Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel dan Pekerjaan Rumah Nuklirnya

Kompas.com - 24/03/2012, 05:12 WIB

Oleh Ninok Leksono

Saat lebih dari 50 kepala negara dan pemerintahan bertemu dalam Konferensi Tingkat Tinggi Keamanan Nuklir Ke-2 di Seoul (26-27 Maret 2012) pekan depan, apakah topik yang menjadi kerisauan mereka?

Jawabannya mungkin tidak secara spesifik terkait dengan kepentingan negara-negara yang tidak punya senjata nuklir, atau paling kurang tidak mengoperasikan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Tetapi, KTT ini jelas dimaksudkan untuk menyiagakan negara-negara di dunia akan bahaya terorisme nuklir, sesuatu yang justru pertama-tama amat dirisaukan oleh negara pemilik senjata nuklir.

KTT Keamanan Nuklir Seoul merupakan kelanjutan dari KTT serupa yang diprakarsai oleh Presiden AS Barack Obama dan berlangsung di Washington DC, April 2010. Kali ini, selain kepala negara dan pemerintahan, akan hadir pula empat perwakilan organisasi internasional.

Kepada 16 wartawan dari berbagai penjuru dunia yang diundang untuk melihat persiapan KTT akhir Februari dan awal Maret lalu, Sekretaris KTT Lee Jong-ho menyampaikan di Seoul bahwa KTT memang ditujukan untuk mencegah terorisme nuklir yang muncul sebagai ancaman serius dan tantangan bagi keamanan global abad ke-21.

Sebagai latar belakang dikemukakan bahwa dewasa ini sekitar 1.600 ton uranium yang amat diperkaya (highly enriched uranium/HEU) dan 500 ton plutonium—cukup untuk membuat sekitar 126.500 senjata nuklir—yang tersebar di dunia.

Kalau saja ada teroris yang meledakkan sebuah senjata nuklir di kawasan padat penduduk, akan ada ratusan ribu orang tewas. Bencana pada tingkat global karena ledakan itu kemungkinan juga akan melumpuhkan sistem keuangan global yang sudah saling terhubung. Konsekuensi politik, sosial, dan lingkungan pun juga akan bersifat masif.

Upaya bersama

Untuk mencegah mimpi buruk semacam itulah, KTT Keamanan Nuklir diadakan. Para pemimpin dunia yang hadir di Korsel diharapkan akan mengembangkan persepsi sama tentang bahaya terorisme nuklir ini dan kemudian bersedia bekerja-sama untuk mengamankan material nuklir dari pencurian dan penggunaan ilegal.

Dari sisi kemungkinannya, sebenarnya sudah banyak yang dicapai dalam upaya pengamanan material nuklir. Kita tahu, bahwa setiap negara yang memanfaatkan nuklir, baik untuk riset maupun untuk pembangkit energi, harus melaporkan secara rinci penggunaan bahan nuklir kepada Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), yang setiap saat bisa mengirim inspekturnya untuk melakukan pemeriksaan.

Upaya pengamanan ini pada dekade silam juga mencatat kemajuan besar, hingga makin sulit bagi pihak militan untuk melakukan ”aksi berbahaya” dengan melibatkan zat-zat nuklir. Namun kepada para wartawan, Direktur Biro Keamanan Nuklir IAEA Khammar Mrabit menyebutkan bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mengamankan bahan-bahan radioaktif mengingat masih terjadinya sejumlah insiden—sekitar 200—yang laporannya diterima oleh IAEA setiap tahun.

Kekhawatiran akan adanya senjata nuklir di tangan militan dipandang riil. Pengamat meyakini mereka bisa membuat peledak nuklir kasar asal ada uang, pengetahuan teknis, dan bahan nuklir yang dibutuhkan. Unsur terakhir ini yang sebenarnya paling menentukan sehingga upaya menjaga agar bahan tidak jatuh ke tangan teroris merupakan langkah sangat penting.

Dari DC ke Seoul

Pada KTT Washington DC, Presiden Obama berhasil mendapatkan komitmen dari pemimpin dunia yang hadir untuk ambil bagian dalam upaya pengamanan bahan nuklir. Komitmen di atas—yang menurut Koordinator Pengawasan Senjata, Senjata Pemusnah Massal, Proliferasi dan Terorisme Gedung Putih Gary Samore (IIP, 23/3) banyak dilaksanakan oleh pemerintahan—diharapkan lebih diperkuat di Seoul awal pekan depan ini.

Namun, sambil memuji peran Korsel dalam upaya pencapaian keamanan nuklir, sejumlah wartawan yang hadir di Sekretariat KTT masih mempertanyakan konteks lebih luas dari keamanan nuklir ini. Diyakini bahwa yang bisa menjamin dunia dari bahaya nuklir ialah penghapusan senjata nuklir itu sendiri, hal yang juga dinyatakan tidak kurang oleh Presiden Obama (dalam pidato di Praha April 2009).

Namun menjawab argumentasi bahwa keamanan nuklir tidak terpisahkan dari perlucutan senjata nuklir (dan pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai), Lee Jong-Ho menyatakan, meski idealnya begitu, Pemerintah Korea bersikap realistis, menyadari bahwa dunia bebas senjata nuklir entah kapan bisa dicapai. Sementara bahan nuklir yang berbahaya bertebaran, jadi itu saja yang diamankan lebih dulu.

Boleh jadi, penjelasan Seoul tidak sepenuhnya memuaskan. Namun, dalam realitas yang ada, dipilihnya Korsel sebagai tuan rumah memperlihatkan komitmen negara ini dalam nonproliferasi nuklir, keamanan nuklir, dan pemanfaatan energi nuklir untuk tujuan damai.

Untuk yang terakhir ini, wartawan juga mendapat kesempatan melihat langsung kantor pusat Korea Hydro & Nuclear Power Co, Ltd yang merupakan perusahaan penyedia listrik terbesar di Korea dan meninjau kompleks pembangkit nuklir di luar kota Busan.

Dengan postur tersebut, Korsel memang tidak cukup hanya mengambil posisi sebagai simpul atau jembatan dalam diplomasi antara negara pemilik (senjata) nuklir dan negara nonpemilik (senjata) nuklir. Mengharapkan Korsel sebagai corong untuk mempromosikan penggunaan PLTN juga kurang bijak setelah bencana Fukushima.

Selain bertumpu harapan untuk dunia yang aman dari terorisme nuklir, di pundak Korsel juga bertumpu harapan untuk dunia bebas nuklir. Kedekatan Presiden Lee Myung-bak dengan Presiden Obama hendaknya berbuah pada lahirnya inisiatif untuk mendorong lebih lanjut visi dunia bebas nuklir pemimpin AS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com