BEIJING, rabu
Tsultrim adalah biarawan Buddha dari biara Kirti di Ngaba, kota paling bergolak. Di kota ini sering terjadi unjuk rasa para biksu Tibet memprotes kebijakan represif Beijing, dengan cara antara lain membakar diri mereka. Aksi protes biasanya digelar di perkampungan penduduk Tibet, dan para biksu sering terlibat aksi.
International Campaign for Tibet (ICT), mengutip penjelasan para biksu Tibet di pengasingan di India, mengatakan, Tsultrim meninggal di tahanan, Senin. Kondisi luka akibat aksinya yang dilakukan dalam protes massal para biksu di Aba, Jumat pekan lalu, semakin buruk. Nyawanya tidak tertolong.
Berita tentang kematian Tsultrim itu tidak segera bisa dikonfirmasi secara independen. Para pejabat pemerintah lokal ketika dihubungi wartawan menuturkan, mereka tidak tahu apa pun tentang kematian biksu itu.
Beberapa saksi mata, seperti disiarkan Radio Free Asia dan sebuah kelompok HAM lainnya, Free Tibet, mengatakan, pasukan keamanan China telah menganiaya Tsultrim dan telah menyeretnya setelah aksi bakar diri pada Jumat lalu.
Saksi mata mengatakan, biksu muda itu sempat bangkit sambil mengangkat tangan terkepal, sebuah isyarat perlawanan yang biasa digunakan secara luas oleh warga Tibet yang menuduh China telah melakukan pelanggaran. Beberapa saat setelahnya, biksu Buddha Tibet itu ambruk dan diseret aparat keamanan ke suatu tempat yang tidak diketahui.
Kasus bakar diri Tsultrim itu terjadi dua hari setelah seorang biarawan Tibet lain, Jamyang Palden, membakar diri di Tongren, kota yang dipenuhi biara Buddha di Provinsi Qinghai. Palden selamat setelah pasukan keamanan memadamkan kobaran api yang menjilati tubuhnya.
Setidaknya sudah 29 warga Tibet, umumnya biarawan dan biarawati Buddha, membakar diri mereka sebagai protes terhadap peraturan China di wilayah Tibet sejak aksi dimulai pada 2011. Orang pertama ialah Phuntsog, biksu muda asal biara Kirti.
Aksi bakar diri itu untuk menarik perhatian pada apa yang mereka gambarkan sebagai penindasan yang dilakukan Beijing terhadap agama dan budaya Tibet. Banyak warga Tibet di China mengeluhkan tindakan represif yang dilakukan Beijing.
Beijing menyangkal semua tudingan itu. Pemerintah China di Beijing melukiskan aksi bakar diri itu sebagai tindakan biadab dan perbuatan teroris, yang didorong kelompok-kelompok separatis di luar negeri. Bahkan, dikatakan, warga Tibet di China amat menikmati standar-standar hidup yang lebih baik. Sebagian besar kehidupan seperti itu berkat investasi sosial dan infrastruktur oleh Beijing.