Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korsel: Korut Sedang Kembangkan Rudal Nuklir

Kompas.com - 19/03/2012, 11:04 WIB

SEOUL, KOMPAS.com Korea Selatan, Senin (19/3/2012), menuduh Korea Utara sedang mengembangkan rudal bersenjata nuklir melalui peluncuran satelitnya, bulan depan. Tuduhan itu muncul setelah Pyongyang menolak seruan internasional untuk membatalkan uji coba peluncuran tersebut.

"Pemerintah kami mengartikan apa yang Korea Utara (Korut) sebut sebagai rencana peluncuran satelit kerja sebagai provokasi serius untuk mengembangkan sarana pengiriman senjata nuklir jarak jauh dengan menggunakan teknologi rudal balistik," kata juru bicara kepresidenan Korea Selatan (Korsel), Park Jeong-Ha.

Korut, Jumat, mengumumkan bahwa negara itu akan meluncurkan sebuah roket ke orbit antara 12 April dan 16 April untuk menempatkan sebuah satelit dengan tujuan damai. Amerika Serikat dan negara-negara lain melihat peluncuran tersebut sebagai uji coba rudal jarak jauh yang disamarkan, yang akan melanggar larangan PBB dan kesepakatan denuklirisasi dengan Washington pada bulan lalu.

Korut diperkirakan punya cukup plutonium untuk memungkinkannya membuat enam hingga delapan senjata nuklir, tetapi tidak jelas apakah negara itu sudah mampu membangun sebuah hulu ledak nuklir untuk rudal.

Korsel mengeluarkan kecaman terbaru setelah Presiden Lee Myung-Bak memimpin pertemuan dengan menteri luar negeri dan keamanan. Pihak Korsel dikatakan akan bekerja sama dengan Amerika Serikat, Jepang, China, Rusia, dan Uni Eropa untuk menangani masalah tersebut dalam pertemuan puncak tentang keamanan nuklir pekan depan di Seoul.

Korut, Minggu, menolak imbauan internasional untuk membatalkan peluncuran roketnya, yang akan diluncurkan untuk menandai peringatan 100 tahun kelahiran pendiri negara itu, Presiden Kim Il-Sung. Kantor berita resmi negara itu menyebut semua kritik terkait rencana itu sebagai "langkah ... untuk mengganggu kedaulatan kita". Korut telah menuduh Amerika Serikat dan Jepang melakukan "spionase ruang angaksa" dengan memantau negara-negara lain menggunakan satelit mereka.

Rencana peluncuran roket oleh negara miskin, tetapi bersenjata nuklir itu tampaknya akan membatalkan sebuah kesepakatan pada 29 Februari lalu dengan Washington. Kesepakatan itu sempat menimbulkan harapan tentang ketegangan yang akan mereda di bawah pemimpin baru Pyongyang, yaitu Kim Jong-Un. Korut telah setuju untuk menghentikan program pengayaan uranium, beserta peluncuran rudal jarak jauh dan uji coba nuklir, dengan imbalan berupa 240.000 ton bantuan pangan AS yang sangat dibutuhkan negara itu.

Negara itu bertahan dengan menyatakan bahwa itu merupakan peluncuran sebuah satelit bukan uji coba rudal. Namun, Departemen Luar Negeri AS menyebut rencana tersebut "sangat provokatif" dan telah menyuarakan keraguan soal menyediakan makanan jika peluncuran itu tetap berjalan. Jepang dan Rusia, serta Sekjen PBB Ban Ki-moon telah meminta Korut untuk mengubah pikiran. Bahkan China, sekutu terdekat Korut, menyatakan keprihatinan.

Peluncuran roket jarak jauh terakhir Pyongyang terjadi pada 5 April 2009, konon juga untuk menempatkan sebuah satelit ke orbit. Peluncuran itu telah membuat Dewan Keamanan PBB mengeluarkan kecaman dan memperketat sanksi. Korut pun menghentikan perundingan tentang perlucutan senjata nuklir dengan enam negara sebagai protes atas kecaman itu dan melakukan uji coba senjata nuklirnya yang kedua pada Mei di tahun yang sama.

Sejumlah analis melihat skenario serupa yang kini sedang berkembang. "Dilihat dari kasus-kasus sebelumnya, Korut memiliki pola dalam melakukan uji coba nuklir setelah uji coba rudal," kata Yun Deok-Min dari Institut Urusan Luar Negeri dan Keamanan Nasional Korsel kepada Korea JoongAng Daily. Uji nuklir pertama Korut pada Oktober 2006 terjadi pada tiga bulan setelah peluncuran roket jarak jauh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com