Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dan Peran Australia

Kompas.com - 15/03/2012, 02:10 WIB

PLE Priatna

Kunjungan Menlu RI Marty Natalegawa ke Australia merupakan momentum penting meningkatkan hubungan bilateral kedua negara sekaligus perkenalan dengan Menlu Australia yang baru: Robert John ”Bob” Carr.

Marty dijadwalkan memenuhi undangan berceramah di Center for Democratic Institutions, Australian National University, Canberra, 14 Maret 2012.

Hubungan Indonesia-Australia di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Menlu Marty Natalegawa serta Perdana Menteri Julia Gillard dan Menlu Kevin Rudd tampak menunjukkan kematangan. Sekalipun hubungan kedua negara cukup kuat, acap kali kebijakan Australia mengagetkan.

Laju perdagangan Australia- Indonesia 2010-2011 mencapai 13,8 miliar dollar AS, kata Kevin Rudd di Jakarta, Februari lalu. Namun, kemajuan itu dibayangi benturan. Ross Taylor, pakar Indonesia, mendesak agar Menlu baru Australia memulihkan perhatian ke Indonesia akibat luka kebijakan Australia terdahulu. Iritasi yang dibuat Australia terjadi saat Australia melakukan larangan ekspor sapi ke Indonesia meski Senator Chris Back mengindikasi adanya rekayasa Lyn White dari Animals-Australia dalam kasus penyiksaan sapi di rumah potong hewan di Mabar, Sumatera.

Kemudian travel warning yang terus dikeluarkan Kemlu Australia, perluasan skema pekerja musiman Pasifik memasukkan Timor Leste tetapi mengeluarkan Indonesia, serta satu lagi kasus penahan anak Indonesia di bawah umur di penjara Australia.

Masih ada satu lagi menyangkut produk hortikultura. Indonesia menghadapi hambatan memasuki pasar Australia. Buah-buahan, seperti salak, mangga, dan manggis, yang sudah dipesan importir Australia ternyata ditolak karena dianggap tidak memenuhi syarat-syarat regulasi sanitari dan fitosanitari. Padahal, tarif impor untuk buah-buahan tropis yang diterapkan Australia sudah mencapai nol persen.

Begitu juga pada 2010 terdapat 13 kasus penghentian sementara di Australia terhadap produk makanan Indonesia. Selain kasus ekspor buah-buahan, Indonesia dibayangi persoalan penghentian sementara yang diterapkan pada produk-produk makanan, seperti kecap manis, makanan ringan dari singkong, dan sejenis kerang.

Di sisi lain Indonesia mengulur-ulur penerapan pembatasan pelabuhan selama tiga bulan hingga 19 Juni 2012 agar mitra dagang kita (Australia) leluasa menyiapkan pergudangan dan sarana transportasinya.

Di tengah ekspresi kebijakan yang mengejutkan ini, kalangan media Australia menyebut bahwa Bob Carr adalah tokoh sentral yang mengenal Indonesia. Namun, optimisme itu seakan-akan diragukan. Surat kabar Bisnis online pada 3 Maret lalu menyebut Bob Carr sebagai Menlu Australia yang mendua kepada Indonesia. Tak kurang dari Prof Damien Kingsbury (Universitas Deakin) baru-baru ini mengulang kembali harapannya agar Australia memahami Indonesia lebih mendalam meningkatkan hubungan.

Peran Bob Carr

Secara geografis tak ada pilihan bahwa Australia harus bertetangga baik dengan Indonesia. Hubungan Australia-RI saat ini dan ke depan tak hanya cukup berlangsung normal atau biasa-biasa saja, tetapi perlu istime- wa dan erat. Australia tidak cukup hanya menyebut Indonesia sebagai screen door ala Don Watson. Indonesia harus ditempatkan sebagai mitra yang melengkapi dengan kerja sama yang saling menguntungkan. Pandangan Prof Damien Kingsbury seperti itu seharusnya bisa didengar Menlu Bob Carr.

Tak bisa lagi Pemerintah Australia melihat Indonesia sebagai elemen ancaman yang memberi dampak negatif. Pandangan usang yang melihat Indonesia secara negatif dan bukan potensi besar bagi kemajuan Australia harus segera ditinggalkan. Travel warning bukan lagi sarana yang tepat melihat Indonesia. Sementara itu, fakta lain jelas mengungkap bahwa masyarakat Australia tetap berduyun-duyun berlibur di Bali dan masyarakat Indonesia melanjutkan pendidikan ke kota-kota besar di Australia.

Pemerintah Australia di bawah Bob Carr harus berani melalukan terobosan politik: berada di baris depan, mampu meyakinkan publik Australia bahwa hanya melalui kerja sama secara egaliter, setara, dan saling menguntungkan, Australia mendapat tempat di Indonesia.

Ketakmampuan pemerintah Australia mengelola suara minoritas vokal yang bermusuhan dengan Indonesia akan menjadi pendulum jarak hubungan dengan Indonesia. Suara minoritas yang bermusuhan serta tidak mewakili suara mayoritas rakyat Australia tidak boleh menjadi bagian dari kepentingan nasional Australia.

Kepentingan kelompok konstituen pendukung PM Julia Gillard atau Menlu Bob Carr tidak sepatutnya menjadi elemen kekuatan opini untuk menempatkan Canberra takut berhubungan baik dengan Jakarta. Internasionalisasi masalah domestik dan domestifikasi isu hubungan Australia-RI seyogianya tak menjadi parameter pasang-surut hubungan Australia-RI.

PLE Priatna Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri RI

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com