Dalam wawancara dengan beberapa stasiun televisi lokal di AS, Senin (12/3), Obama mengatakan, insiden penembakan oleh prajurit AS yang menewaskan 16 warga sipil itu membuat dia makin bertekad memulangkan seluruh prajurit AS di Afganistan.
Meski demikian, Obama menegaskan, penarikan mundur pasukan tak perlu terjadi secara buru-buru dan harus dilakukan secara bertanggung jawab.
Secara terpisah, juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, dan Menteri Pertahanan AS Leon Panetta juga menegaskan, insiden tragis itu tak akan mengubah rencana yang telah disusun AS selama ini. ”Penting bagi kami untuk maju terus, dan mengakhiri perang ini secara bertanggung jawab dan menuntaskan misi yang telah kita mulai,” ujar Panetta.
Sebelum insiden tersebut terjadi, AS dan Afganistan sedang merundingkan Perjanjian Kemitraan Strategis. Perjanjian itu akan menjadi dasar hukum bagi AS untuk menempatkan sebagian pasukan khusus di Afganistan setelah 2014, untuk mencegah negeri itu jatuh lagi ke tangan Taliban.
Namun, setelah penembakan itu terjadi, para anggota parlemen Afganistan menyerukan penangguhan pembicaraan kerja sama bilateral kedua negara sampai pelaku penembakan diadili.
Insiden itu memperburuk hubungan kedua negara, yang sebelumnya sudah terganggu insiden pembakaran kitab suci oleh pasukan AS di Pangkalan Udara Bagram, beberapa bulan lalu.
Hari Selasa (13/3), ratusan mahasiswa menggelar aksi protes anti-Amerika di Jalalabad, Afganistan timur. ”Alasan kami menggelar protes ini adalah pembunuhan anak-anak tak berdosa dan warga sipil lain oleh seorang prajurit AS yang lalim. Kami ingin Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Pemerintah Afganistan mengadili orang ini secara terbuka,” seru Sardar Wali, salah satu mahasiswa.
Di desa tempat pembantaian itu terjadi, gerilyawan Taliban muncul dan menembaki rombongan delegasi Pemerintah Afganistan yang datang untuk melayat para korban dan memberi bantuan. Satu orang pengawal tewas terkena tembakan. Namun, para pejabat dalam rombongan, termasuk dua saudara laki-laki Presiden Hamid Karzai, selamat.
Sebelumnya, pihak Taliban juga menyerukan kepada rakyat desa itu untuk bangkit melawan pasukan AS. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan, pelaku pembantaian itu harus diadili sebagai penjahat perang dan dieksekusi oleh pihak keluarga para korban.