Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

VIDEO: Penyiksaan terhadap Pendukung Khadafy

Kompas.com - 03/03/2012, 13:27 WIB

TRIPOLI, KOMPAS.com — Sebuah video mengejutkan yang menunjukkan para pemberontak Libya menyiksa sekelompok tahanan asal sub-Sahara Afrika beredar di YouTube.

Tayangan video itu menunjukkan belasan atau lebih pria, mungkin para tentara bayaran Moammar Khadafy yang tertangkap, ditahan dalam apa yang tampak seperti sebuah kandang hewan di kebun binatang. Tangan mereka terikat ke belakang punggung. Mereka duduk di lantai kandang yang jorok. Tak hanya itu, mulut mereka disumpal dengan bendera lama Libya.

Kerumunan orang yang berkumpul di sekeliling kandang itu mencemooh dan mereka dipaksa untuk melompat di tempat. Orang yang mengambil adegan itu terdengar mengumpat dengan suara keras. "Makan bendera itu," teriak orang itu. Ia lalu memanggil para tahanan tersebut dengan nama binatang.

Mail Online, Sabtu (3/3/2012), melaporkan, tidak mungkin untuk memverifikasi apakah video itu, yang bocor ke YouTube pekan lalu, asli dan di mana lokasi serta kapan adegan itu difilmkan. Video itu muncul ketika PBB pekan ini mengatakan, pasukan-pasukan revolusioner Libya masih melakukan penyiksaan terhadap para tahanan. Kelompok pasukan revolusioner itu masih menahan tiga perempat tahanan dalam perang saudara di negara itu. Kurangnya polisi peradilan membuat pemerintah negara itu tidak dapat mengontrol banyak penjara, kata PBB, Rabu.

Sekitar 6.000 tahanan diperkirakan masih berada di fasilitas-fasilitas pasukan revolusioner. Sementara Departemen Kehakiman Libya baru mengambil alih delapan pusat penahanan yang total menangani 2.382 orang. Angka itu disampaikan Ian Martin, Utusan Khusus PBB untuk Libya, kepada Dewan Keamanan PBB.

Banyak dari para tahanan merupakan orang-orang Afrika dari sub-Sahara. Para penangkap mereka menuduh orang-orang itu sebagai tentara bayaran Khadafy. Namun, dalam sejumlah kasus, tuduhan itu murni hanya karena fakta bahwa orang-orang itu berkulit lebih gelap.

Badan hak asasi manusia PBB dan kelompok-kelompok bantuan telah menuduh kelompok-kelompok pasukan revolusioner menyiksa para tahanan selama sembilan bulan perang saudara Libya. Martin telah mendesak Departemen Kehakiman Libya untuk mempercepat proses yang menegaskan kontrol pemerintah atas pusat-pusat penahanan. Namun, dia mengatakan, "Kemajuan terus dipersulit dengan kurangnya jumlah polisi." Dia menambahkan, "Kami akan terus bekerja sama dengan pemerintah dan mendorong mereka guna memastikan bahwa inspeksi terhadap fasilitas yang diketahui dilakukan, bahwa lokasi-lokasi rahasia diidentifikasi dan dikendalikan pemerintah, dan bahwa pelanggaran diselidiki."

Tuduhan penganiayaan dan penghilangan terhadap tersangka loyalis Khadafy membuat malu Dewan Transisi Nasional yang kini berkuasa Libya. Dewan itu telah bersumpah untuk menghentikan praktik-praktik yang dulu pernah dilakukan rezim Khadafy dan menghormati hak asasi manusia. Hal itu juga membuat canggung negara-negara Barat yang mendukung pemberontakan anti-Khadafy dan membantu dalam membentuk pemerintahan baru Libya.

Kekuasaan selama 42 tahun rezim Khadafy runtuh ketika pasukannya melarikan diri dari Tripoli pada Agustus tahun lalu. Rezimnya benar-benar berakhir pada Oktober ketika ia ditangkap dan dibunuh pemberontak.

Duta Besar Libya, Abdurrahman Mohamed Shalgham, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB bahwa para tahanan yang ditangani pemerintah, termasuk sejumlah mantan menteri dan para pejabat senior Khadafy, diperlakukan dengan baik. Shalgham mengatakan, "Namun, izinkan saya mengatakan bahwa ada daerah di mana negara tidak mampu mengontrol. Tidak ada polisi atau pengadilan di daerah tersebut. Kami tidak dapat bertanggung jawab untuk semua ekses di semua tempat. Kami menentang mereka, kami keberatan dengan mereka, dan kami akan menghukum para pelaku tindakan tersebut."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com