Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Genetik Mencari Metabolisme Sehat

Kompas.com - 29/02/2012, 08:02 WIB

Penelitian metabolisme akan membantu kita menghitung berapa besar pengaruh budaya dan lingkungan terhadap perubahan genetik. Dalam jangka panjang, hasil penelitian ini juga bisa digunakan untuk mencegah obesitas, sindroma metabolik, dan yang paling penting adalah mengupayakan agar kita dan generasi mendatang hidup sehat.

Seperti diketahui, gen dan interaksinya dengan budaya yang diwariskan oleh nenek moyang bersifat dinamis. Karena interaksinya selalu bisa berubah, gen polimorfik yang mengatur energi metabolisme ini juga bisa diintervensi. Caranya, antara lain, dengan asupan makanan yang sehat, seimbang, dan cukup aktivitas.

”Sepertinya klise, tetapi jika benar-benar diterapkan bisa mengurangi obesitas, mencegah sindroma metabolik, dan berbagai penyakit lain terkait,” kata Safarina. Yang perlu diingat adalah perubahan gen itu sangat lambat, jauh lebih lambat daripada perubahan kultur dan lingkungan.

Dalam penelitian yang masih berjalan ini tampak bahwa obesitas meningkat nyata. Hanya saja, untuk melihat perjalanan penyakit akibat perubahan gaya hidup dan obesitas tersebut masih perlu studi lanjutan. Paling tidak, masih banyak marka genetik yang perlu diteliti lebih dalam.

Walter C Willett dalam ”Balancing Life- Style and Genomics Research for Disease Prevention” (Science Magazine, 2002) menyebutkan, faktor lingkungan memang berperan besar. Pada masyarakat Barat, para ahli epidemiologi sudah lama tahu, peran nongenetik ini mencapai 80-90 persen.

Perubahan dramatik ini secara fisik bisa diamati pada kelompok masyarakat yang bermigrasi dari negara berisiko rendah ke negara yang berisiko tinggi terkena penyakit-penyakit metabolik. Karena itu, kalau ada perubahan laju penyakit yang signifikan, berarti ada perubahan lingkungan yang drastis pula.

Dampak lingkungan

Contoh klasik persoalan di atas adalah angka kematian akibat kanker kolon di Jepang pada 1950-an, yang hanya seperlima dari kasus di AS. Anehnya, kasus pada warga Jepang yang hidup di AS ternyata sama tinggi dengan warga AS lain. Namun, setengah abad kemudian, insiden kanker kolon dan angka kematian meningkat signifikan di Jepang, sama tingginya dengan di AS.

Oleh karena itu, upaya mengintervensi penyakit kemudian difokuskan pada faktor diet dan lingkungan. Dengan metode ini, beberapa pola makan, kebiasaan merokok, dan gaya hidup lain akhirnya dimodifikasi. Dampaknya ternyata luar biasa. Perubahan pola makan dan gaya hidup ini telah mengatasi stroke dan kanker kolon (70 persen), penyakit kardiovaskular (80 persen), dan mencegah lebih dari 90 persen kemunculan diabetes pada usia dewasa.

Pada kasus Bali, sebenarnya perubahan metabolisme ini sudah mulai terjadi ketika nenek moyang mereka mulai bermigrasi ke luar Afrika 70.000 tahun lalu dan menyebar ke seluruh dunia. Mereka menghadapi tekanan cuaca ekstrem dan kelaparan yang dalam jangka panjang telah mengubah sistem metabolisme.

Ketika sampai di Sunda Besar (termasuk Bali sekarang) dan mulai menetap dengan sistem pertanian subaknya, metabolisme nenek moyang masyarakat Bali ini berubah lagi. Namun, perubahan drastis terjadi ketika industri pariwisata menggempur Bali dalam 30 tahun terakhir dan mendesak pertanian. Inikah sumber sindroma metabolik itu sekarang? Waktu yang akan menjawabnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com