Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Minat Dunia pada "Drone" Melonjak

Kompas.com - 27/02/2012, 06:01 WIB

Minat dan permintaan global atas pesawat tempur tanpa awak (Unmanned Aerial Vehicles), atau akrab dengan sebutan drone, melonjak tajam. Hal itu, menurut Jon Grevatt dari mingguan IHS Jane’s Defence, Minggu (26/2), dipicu oleh lonjakan signifikan kenaikan anggaran perang sejumlah negara, khususnya di kawasan Asia Pasifik.

Selain AS, beberapa negara Asia belakangan mengalami peningkatan ”kemakmuran” dan juga menaikkan anggaran. ”Hampir setiap negara di kawasan itu (Asia Pasifik) ingin punya teknologi Unmanned Aerial Vehicles (UAV) dan bahkan berminat membangunnya sendiri. Sebut saja Thailand, India, Singapura, Jepang, Australia, dan Korea,” ujar Grevatt.

Data lembaga riset pertahanan berbasis di AS, Teal Group, memprediksi anggaran pembelian UAV dalam satu dekade ke depan bakal melonjak dua kali lipat, dari 5,9 miliar dollar AS menjadi 11,3 miliar dollar AS.

Pesawat tempur tak berawak (drone) dipopulerkan oleh militer Amerika Serikat dan Badan Pusat Intelijen AS (CIA) yang kerap menggunakannya dalam sejumlah misi militer pelik di Afganistan dan Pakistan. Penggunaan pesawat-pesawat drone dilaporkan juga dilakukan dalam penjatuhan diktator Libya, Moammar Khadafy.

Singapura pun punya

Selain punya kemampuan mengintai, drone juga bisa dilengkapi dengan persenjataan seperti peluru kendali dalam sebuah operasi penyerangan (offensive). Pesawat tanpa awak itu diyakini sangat berguna mengurangi risiko jatuhnya korban jiwa prajurit dalam sebuah operasi militer. Hal tersebut disampaikan Tommy Silberring, kepala divisi drone industri pertahanan udara Israel (IAI), yang ikut pameran dirgantara di Singapura, Singapore Airshow.

Menurut IAI, salah satu produk drone mereka, jenis Heron, adalah yang terlaris. Angkatan Udara Singapura pun menggunakannya bersama 17 negara lain di dunia. Dalam pameran kali ini, IAI memamerkan salah satu varian andalannya, Heron 1.

IAI juga punya drone varian andalan, Heron TP, yang bentang sayapnya sama dengan sayap pesawat penumpang Boeing 737 dan mampu terbang sejauh 7.400 kilometer.

Lebih lanjut, menurut Silberring yang mantan kolonel AU Israel, penggunaan drone dapat menjawab kekhawatiran setiap negara yang kerap mengirimkan angkatan bersenjatanya ke wilayah konflik. ”Anda tentunya tak ingin lagi bilang kepada rakyat kalau Anda lagi-lagi kehilangan nyawa tentara,” ujar Silberring.

Di AS sendiri, sejumlah perusahaan produsen drone, seperti General Atomics dan Northrop Grumman, juga mengaku berupaya keras mendapat keuntungan dari rencana Negara Paman Sam meningkatkan armada drone. Disebutkan, Pentagon berencana meningkatkan jumlah aktivitas penerbangan 7.494 unit drone milik mereka hingga 30 persen dari yang dilakukan saat ini.

Dari data laporan Kongres AS Januari lalu, negeri itu berencana membelanjakan anggaran sebesar 32 miliar dollar AS untuk pengadaan pesawat-pesawat drone baru delapan tahun ke depan. ”Dalam beberapa tahun mendatang kita semua akan melihat perkembangan yang sangat agresif soal penggunaan pesawat tempur tak berawak itu di seluruh kawasan dunia,” ujar Robert Moss, Direktur Kawasan Lembaga United States Office of Naval Research Global.

(AFP/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com