Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Masih Kekurangan Pelaut

Kompas.com - 14/02/2012, 03:09 WIB

SURABAYA, KOMPAS - Kebutuhan tenaga pelaut di Indonesia sekitar 7.000 per tahun, tetapi baru terpenuhi oleh berbagai lembaga pelatihan baik pemerintah maupun swasta sekitar 1.500 orang. Dengan jumlah minim ini, banyak tenaga pelaut Indonesia justru memilih bekerja di kapal asing karena kesejahteraan lebih menjanjikan.

Hal ini diungkapkan Menteri Perhubungan EE Mangindaan saat meresmikan Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) di Surabaya, Jawa Timur, Senin (13/2). Dalam lima tahun terakhir, menurut Menhub, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan pesat, indikasinya antara lain jumlah kapal berbendera Indonesia terus bertambah.

Berdasarkan Data Kementerian Perhubungan, armada kapal nasional pada 2010 sebanyak 10.764 unit dengan kapasitas angkut 14,5 juta gross tonnage (GT). Padahal pada 2005, jumlah kapal cuma 6.041 unit dengan kapasitas angkut 5,6 juta GT. ”Peningkatan secara signifikan ini tentu membutuhkan tenaga pelaut yang banyak karena kebutuhan kapal juga bertambah,” katanya.

Jumlah pelaut di dalam negeri makin sedikit karena permintaan dari luar negeri meningkat. Apalagi generasi muda di hampir seluruh negara Barat tidak berminat menjadi pelaut sehingga pelaut dari Indonesia menjadi incaran. ”Perusahaan kapal asing mencari tenaga pelaut ke kawasan Asia, termasuk Indonesia, dan hingga kini pelaut Indonesia yang bekerja di kapal asing dan terdaftar mencapai 230.000 pelaut,” katanya.

Pengamat kelautan dan perikanan Aji Sularso menilai, persoalan utama menimpa pelaut di Indonesia hanya pada gaji yang rendah. Bahkan, kapal asing beroperasi di Indonesia juga memberikan gaji rendah. Itulah yang memicu banyak pelaut Indonesia memilih bekerja di luar negeri daripada di Indonesia.

”Seorang kapten kapal ATT kelas II, misalnya, di Indonesia digaji Rp 10 juta per bulan. Padahal di luar negeri dibayar tiga kali lipat. Jika besaran gaji bisa diatasi, kita takkan krisis pelaut,” ujar Aji. (ETA/JAN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com