Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PM Pakistan Terancam 6 Bulan Penjara

Kompas.com - 13/02/2012, 14:25 WIB

ISLAMABAD, KOMPAS.com - Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani didakwa menghina pengadilan oleh mahkamah agung, Senin (13/2/2012) dan terancam hukuman enam bulan penjara dan dicopot dari jabatan. Gilani menyatakan dirinya tidak bersalah atas dakwaan itu.

Dipanggil terkait penolakan pemerintah untuk meminta pihak berwenang Swiss membuka kembali kasus korupsi yang melibatkan Presiden Asif Ali Zardari, Gilani merupakan perdana menteri pertama Pakistan yang didakwa saat memerintah.

Zardari dan mendiang istrinya, mantan PM Benazir Bhutto, dicurigai menggunakan rekening bank Swiss dalam praktik pencucian uang sebesar 12 juta dollar AS yang diduga berasal dari uang suap dari perusahaan-perusahaan yang berusaha mendapat kontrak inspeksi bea cukai di Pakistan pada tahun 1990-an.

Perseteruan panjang antara pemerintah dengan lembaga yudikatif menyebabkan ketidakstabilan politik. Ditambah dengan kekerasan yang dilakukan para pengikut Al Qaeda dan Taliban. Kondisi ini membuat banyak kalangan memprediksi Pakistan bakal menggelar pemilihan umum lagi.

Gilani yang mengenakan balutan setelan jas warna gelap, dasi abu-abu, dan kemeja putih, didakwa beberapa menit setelah tiba. Hakim Nasir ul-Mulk membacakan dakwaan dan menanyai apakah Gilani mendengarkannya.

"Ya," jawab Gilani.

"Apakah Anda mengaku bersalah," tanya Hakim Mulk.

"Tidak," jawab Gilani.

Pengadilan kemudian memerintahkan pada Kejaksaan Agung untuk melanjutkan kasus tersebut dan memberinya waktu hingga Kamis (16/2/2012) dan terdakwa hinggal 27 Februari untuk menyerahkan berkas, yang akan dicatat pada 28 Februari. Setelah itu, tanggal persidangan akan ditetapkan.

PM Gilani beberapa kali menegaskan bahwa sebagai presiden, Zardari memiliki imunitas hukum. Gilani juga menyatakan kasus itu bermuatan politik. Dalam wawancara dengan televisi Al-Jazeera akhir pekan lalu, Gilani mengatakan dinyatakan bersalah, dia akan kehilangan kursi di parlemen dan akan otomatis dia akan dicopot dari kursi perdana menteri.

"Tentu saja saya tidak perlu mengundurkan diri jika dinyatakan bersalah. Saya bahkan seharusnya tidak menjadi anggota parlemen," lanjutnya.

Pengamanan untuk sidang Gilani ini sangat ketat dengan ribuan polisi antihuruhara bersiaga di sekitar gedung Mahkamah Agung. Antrean panjang terjadi dari pos-pos penjagaan di mana polisi menggeledah setiap keendaraan. Sementara itu sejumlah helikopter mengawasi dari udara.

Pada 2009, pengadilan Pakistan membatalkan amnesti politik yang menghentikan penyelidikan terhadap Zardari dan sejumlah politikus.

Secara terpisah, Swiss memetieskan kasus itu pada 2008, ketika Zardari ditetapkan menjadi kepala negara, dan jaksa di Swiss mengatakan tidak mungkin membuka kembali kasus-kasus tersebut selama Zardari masih menjadi presiden dan memiliki imunitas.

Pemerintah menuduh jaksa melampaui kewenangan dan berupaya menjatuhkan perdana menteri dan presiden, satu tahun sebelum duet Zardari-Gilani menjadi pemerintah hasil pemilu pertama yang berhasil menyelesaikan masa jabatan.

"Ini untuk kali pertama perdana menteri didakwa. Hari yang menyedihkan bagi Pakistan," kata Qamar Zaman Kaira, tokoh senior Partai Rakyat Pakistan (PPP) pimpinan Zardari, kepada wartawan di luar gedung pengadilan.

Presiden Zardari mendapat julukan "Mr 10 Percent" terkait kasus-kasus korupsi yang melilitnya. Dia pernah menjalani hukuman 11 tahun penjara di Pakistan atas berbagai tuduhan, dari korupsi sampai pembunuhan, meskipun sampai saat ini dia belum pernah divonis.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com