Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cuaca Ekstrem di Eropa Berpengaruh ke Asia

Kompas.com - 07/02/2012, 04:20 WIB

Jakarta, Kompas - Cuaca ekstrem berupa suhu sangat dingin hingga minus 42,7 derajat celsius di Eropa yang telah menewaskan sekitar 360 orang bisa berpengaruh ke kawasan Asia Timur lalu ke Indonesia. Pengaruh tersebut terutama berupa angin kencang dan curah hujan tinggi.

Pakar meteorologi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Edvin Aldrian, Senin (6/2), menjelaskan, pendinginan ekstrem di kawasan subtropis Eropa dan lintang tinggi itu merupakan fenomena gangguan cuaca yang disebut Gelombang Rossby. ”Gelombang ini bergeser dalam periode 10 hingga 15 hari,” ujarnya.

Pola pergerakannya mulai dari Chicago, New York, ke Inggris sampai daratan Eropa Barat. Dampak yang ditimbulkannya adalah suhu yang sangat dingin.

Cuaca buruk ini menimbulkan entakan udara yang membawa uap air dalam jumlah besar ke Asia Timur, lalu menjalar ke selatan hingga ke Indonesia.

Daerah yang dilewati, seperti Guangzhou dan Hongkong, akan mengalami penurunan tekanan udara yang drastis. Kemudian dalam satu minggu akan berdampak pada wilayah bagian barat Indonesia, termasuk Jabodetabek, berupa curah hujan yang sangat tinggi.

Angin dingin

Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Thomas Djamaluddin, menjelaskan, cuaca dingin yang ekstrem di Eropa sejak dua pekan lalu disebabkan oleh fenomena antisiklon berupa daerah tekanan tinggi di Siberia, Rusia Utara.

”Ini menyebabkan angin dingin dari wilayah tersebut bertiup ke Eropa, menghambat masuknya angin hangat dari Samudra Atlantik,” ujarnya.

Terjadinya hujan salju hebat di Eropa Timur disebabkan bertemunya angin Siberia yang membawa masa udara yang masif ini dengan udara lembab dari bagian tengah Laut Mediterania.

Kondisi cuaca yang mulai terpantau awal Februari ini, menurut laporan Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), menyebabkan hujan salju yang lebat di bagian tenggara Eropa, seperti Balkan, Romania, Bulgaria, dan Italia. Hampir seluruh Eropa dari Skandinavia hingga Mediterania saat ini dicengkeram cuaca dingin yang kuat.

Turunnya suhu udara pada musim dingin itu mulai terlihat pertengahan Januari di bagian timur Rusia dan Siberia. Lalu, bergerak ke bagian timur dan tengah Eropa hingga mencapai bagian barat dan selatan pada akhir Januari hingga awal Februari.

Lebih lambat

Dibandingkan dengan cuaca dingin yang ekstrem pada musim dingin tahun 2009/2010, cengkeraman udara dingin tahun ini datang lebih lambat. Pada tahun 2009/2010, kondisi dingin sudah dimulai pada pertengahan Desember dan berlanjut hingga Februari.

Sebaliknya, pada musim dingin saat ini, pada Desember dan Januari suhu di sebagian besar wilayah Eropa tercatat di atas normal. Karena itu, musim dingin tahun ini tidak akan lebih dingin dibandingkan catatan suhu ekstrem seperti yang terjadi pada 2009/2010. Namun, ada beberapa suhu rendah telah tercatat di beberapa tempat saat ini dan beberapa hari mendatang.

Beberapa negara Eropa mulai 2 Februari hingga 3 Februari lalu mengalami malam terdingin pada musim dingin ini. Suhu paling dingin tercatat di Kvikkjokk di bagian utara Swedia, yaitu minus 42,7 derajat celsius. Temperatur ini merupakan yang terendah di Swedia sejak tahun 2001.

Di Polandia, suhu udara terendah dialami penduduk di bagian timurnya, yaitu hampir mencapai minus 30 derajat celsius. Di kawasan pantai Belgia tercatat minus 17 derajat celsius.

Di Jerman, suhu turun hingga minus 26,4 derajat celsius. Di Inggris juga mengalami malam terdingin pada musim dingin tahun ini. Suhu terendah mencapai minus 11,3 derajat celsius tercatat di Wales. Masa udara dari Siberia yang melanda Portugal menyebabkan cuaca terdingin dalam 10 tahun terakhir.

La Nina

Menurut Jonathan Erdman, ahli meteorologi dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA), musim dingin ekstrem juga berpotensi dialami kawasan utara Benua Amerika karena dipengaruhi kondisi La Nina di Samudra Pasifik dekat ekuator.

Menurut Mike Halpert dari NOAA, kejadian oskilasi kutub utara yang kuat biasanya berlangsung selama dua minggu. Adapun kondisi dua minggu setelahnya masih sulit diprediksi.

(YUN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com