ISLAMABAD, KAMIS
Sidang pengadilan berisi pembacaan dakwaan akan dilangsungkan tanggal 13 Februari mendatang, dan Gilani diwajibkan hadir sendiri dalam sidang tersebut.
”Setelah pemeriksaan pendahuluan, kami yakin bahwa pada tinjauan pertama ini terdapat cukup bukti untuk melanjutkan kasus ini ke sidang selanjutnya. Sidang ditunda sampai 13 Februari untuk pembacaan dakwaan. Perdana menteri diharuskan datang ke pengadilan,” kata Hakim Nasir-ul-Mulk mewakili MA.
Jika Gilani terbukti bersalah menghina pengadilan dalam persidangan nanti, ia terancam hukuman enam bulan penjara dan dicabut haknya untuk menduduki jabatan publik.
Hal itu berarti ia harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai PM dan akan memicu krisis politik di Pakistan dengan kemungkinan pelaksanaan pemilu lebih awal.
Keputusan MA itu langsung memicu reaksi di dalam negeri Pakistan. ”Penghinaan (terhadap pengadilan) telah dilakukan dan pelakunya adalah perdana menteri. Demi kepentingan dan ekonomi negara ini, Presiden Zardari sendiri juga harus mengundurkan diri,” ungkap pengacara senior Athar Minallah dalam wawancara dengan stasiun televisi swasta Geo.
Kasus ini bermula dari penolakan Gilani terhadap perintah MA untuk mengirim surat kepada otoritas hukum di Swiss agar membuka kembali kasus korupsi yang melibatkan Zardari. Gilani beralasan, Zardari mendapat kekebalan hukum selama ia menjabat sebagai presiden.
Kasus korupsi itu melibatkan Zardari dan mendiang istrinya, mantan PM Pakistan Benazir Bhutto. Pihak berwajib di Swiss mendakwa pasangan suami istri itu menggunakan rekening bank mereka di Swiss untuk mencuci uang sebesar 12 juta dollar AS (Rp 107,2 miliar) yang diduga hasil korupsi.
Uang tersebut diduga merupakan uang suap dari perusahaan-perusahaan Swiss yang menginginkan kontrak pekerjaan inspeksi kepabeanan di Pakistan pada dekade 1990-an. Zardari juga terlibat dalam berbagai kasus korupsi lain sehingga mendapat julukan ”Tuan 10 Persen”.