Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suu Kyi Serukan Amandemen

Kompas.com - 30/01/2012, 07:07 WIB

DAWEI, KOMPAS.com - Tokoh prodemokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi, menyerukan amandemen terhadap konstitusi negara itu yang disusun oleh pihak militer. Beberapa aturan dalam konstitusi itu dianggap masih menghalangi kemerdekaan rakyat.

Seruan itu disampaikan Suu Kyi saat berorasi di hadapan pendukungnya di kota pesisir Dawei, sekitar 615 kilometer sebelah selatan Yangon, Minggu (29/1/2012). Suu Kyi disambut meriah oleh pendukungnya dalam perjalanan politik pertama sejak ia mengakhiri boikot terhadap sistem politik Myanmar tahun lalu dan mengumumkan akan maju sebagai salah satu calon anggota legislatif dalam pemilu sela 1 April.

”Masih ada beberapa aturan perundang-undangan yang merintangi kemerdekaan rakyat. Kami akan berjuang menghapus berbagai aturan ini melalui jalur kerangka kerja di parlemen,” tutur Suu Kyi (66) yang maju sebagai caleg mewakili daerah Kawhmu, sebuah distrik miskin di pinggiran Yangon, yang porak- poranda dihantam topan Nargis tahun 2008.

Secara khusus, Suu Kyi berniat merevisi undang-undang dasar Myanmar yang disusun oleh pihak militer pada 2008. UUD itu memberi kewenangan sangat besar kepada militer, termasuk wewenang menunjuk anggota kunci kabinet, mengambil alih kekuasaan negara dalam keadaan darurat, dan hak memperoleh seperempat kursi di parlemen. ”Kita perlu mengubah beberapa bagian tertentu dari konstitusi,” katanya.

Kehadiran Suu Kyi di Dawei sendiri adalah untuk memberikan dukungan bagi caleg setempat, Aung Soe, yang sudah menunggu-nunggu kedatangan peraih Nobel Perdamaian itu sejak lama.

”Kami telah meminta berulang kali agar Daw Suu Kyi berkampanye di daerah kami. Dia sudah tak datang kemari selama 23 tahun,” tutur Aung Soe.

Perjalanan ke Dawei ini adalah perjalanan keempat Suu Kyi ke luar Yangon sejak ia dibebaskan dari tahanan rumah, November 2010. Ini juga untuk pertama kali perjalanannya dilangsungkan secara terbuka dan disambut besar-besaran meski belum berstatus tur kampanye resmi.

Pada 2003, perjalanan politik serupa memicu penyergapan berdarah di tengah jalan yang membuat junta militer Myanmar waktu itu menahan Suu Kyi dan berujung pada status tahanan rumah hingga 2010.

Saat Suu Kyi mengunjungi kota Bagan di sebelah utara Yangon, Juli 2011, pihak pemerintah masih khawatir kunjungan tersebut bisa menyebabkan kerusuhan seperti 2003 dan mengerahkan polisi rahasia untuk membuntuti rombongannya.

Menurut juru bicara partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD), Nyan Win, Suu Kyi masih akan melakukan perjalanan serupa ke beberapa daerah lain, termasuk kota terbesar kedua di Myanmar, Mandalay, awal Februari, sebelum berkampanye untuk dirinya sendiri.

Dorongan demokratis

NLD memboikot pemilu raya di Myanmar pada 2010 yang mereka anggap tidak dilangsungkan secara bebas dan adil. Akibatnya, partai tersebut dibekukan oleh pemerintah.

Namun, pemerintahan sipil hasil pemilu tersebut kemudian mengamandemen berbagai aturan pemilu yang memungkinkan NLD berpartisipasi kembali. Partai tersebut resmi mendaftar untuk mengikuti pemilu sela pada 1 April mendatang.

Pemilu tersebut akan memilih para wakil rakyat untuk mengisi 48 kursi yang kosong di sejumlah lembaga legislatif, termasuk majelis rendah parlemen. Kursi-kursi tersebut kosong karena para anggota parlemen sebelumnya ditunjuk menjadi menteri atau posisi lain di pemerintahan.

Walaupun NLD berhasil menyapu bersih 48 kursi tersebut, partai itu tetap diperkirakan tak akan membawa banyak pengaruh terhadap peta kekuatan politik di majelis rendah yang berisi 440 kursi. Sebagian besar diisi oleh pendukung junta militer. Namun, kehadiran Suu Kyi di parlemen tetap dipandang penting karena diharapkan akan membawa dorongan demokratis bagi proses legislasi.

”Dia akan bisa berbuat lebih banyak di dalam parlemen daripada di luar. Ada berbagai hal krusial yang mendesak untuk segera dilakukan terkait berbagai isu etnik dan perubahan politik,” kata Ko Htin Kyaw, aktivis yang ditahan pada 2007 dan baru dibebaskan dalam amnesti massal bulan ini. (Reuters/AP/AFP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com