HILVERSUM, KOMPAS.com — Organisasi veteran Belanda VOMI memberikan tanggapannya soal tuntutan Komite Utang Kehormatan Belanda (KUKB) agar Kejaksaan Belanda menyelidiki pelaku pembantaian di desa yang kini bernama Balongsari.
"Kekerasan yang terjadi pada zaman Bersiap memicu kekerasan di Rawagede," kata Sjef Franken dari VOMI, seperti dilaporkan Radio Nederland, Jumat (20/1/2012).
KUKB berharap Kejaksaan Belanda menyelidiki kesaksian pelaku kasus Rawagede yang ditayangkan televisi Belanda tahun silam. "Ada seorang militer yang mengatakan dia membunuh warga desa, tapi tidak menyesal. Kemudian ada yang menyatakan mengeksekusi 120 orang,” kata Jeffry Pondaag, Ketua KUKB.
Aneh
Setelah acara ini ditayangkan di televisi Belanda, pihak kejaksaan menyatakan tidak menyelidiki kasus ini karena tidak ada yang melaporkan. "Kami merasa agak aneh. Kan jaksa sebenarnya harus menyelidiki apa yang terjadi,” tutur Jeffry Pondaag kepada Radio Nederland.
Ketua KUKB pernah mendengar masih ada delapan pelaku kasus Rawagede, 9 Desember 1947, yang masih hidup. Walaupun demikian, ia juga mengakui tidak punya bukti akan hal itu. "Belum tentu delapan orang itu yang menembak. Itu harus dibuktikan dulu. Itu pekerjaan Jaksa untuk menyelidiki.”
Tidak tepat
Langkah yang diambil KUKB, menurut Sjef Franken dari organisasi veteran Belanda VOMI, tidak tepat. "Semua pelanggaran HAM yang terjadi pada zaman itu ada penyebabnya. Siapa yang harus diminta pertanggungjawaban setelah sekian lama? Ini hanya upaya mengejar untung saja.”
Pembunuhan di Rawagede memang tidak bisa dibenarkan. Tetapi orang juga tidak boleh melupakan apa yang terjadi pada zaman Bersiap, mulai 17 Agustus 1945 hingga awal 1946.
"Setelah tahun 1945, angkatan bersenjata Indonesia dan kelompok-kelompok gerilyawan membunuh secara massal setiap orang Belanda yang mereka temukan, apakah itu perempuan, laki-laki ,atau anak-anak. Itu pun tidak bisa dibenarkan,” tutur Franken kepada Radio Nederland.
Menurut dia, satu peristiwa terkait dengan peristiwa lain. "Ada aksi dan reaksi.”
Buku sejarah Belanda mencatat kekerasan oleh berbagai kelompok pemuda radikal terhadap warga Indo Belanda sebagai zaman Bersiap. Tidak banyak orang di Belanda tahu zaman Bersiap ini. David Barnouw, sejarawan Lembaga Dokumentasi Perang Belanda NIOD, menjelaskan yang dimaksud dengan Bersiap adalah periode sekitar 17 Agustus 1945 sampai awal 1946.
"Periode penuh kekerasan, tidak ada yang berkuasa, kelompok-kelompok para-militer, para kriminal membunuh orang Indo Belanda dan China. Orang Belanda totok masih aman di kamp interniran," kata David Barnouw.
Permintaan maaf Belanda
Sjef Franken juga mengkritik permintaan maaf Belanda kepada para keluarga korban kasus Rawagede. "Saya tidak setuju.”
Menurut Franken, Pemerintah Indonesia pun harus meminta maaf atas kekerasan yang dilakukan pada zaman Bersiap.
Sementara itu pihak Kejaksaan Belanda di Arnhem, Belanda tengah, telah memberikan tanggapan dan menyatakan akan mempelajari permohonan KUKB.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.