Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PM Gilani Akan Patuhi Perintah MA

Kompas.com - 19/01/2012, 03:25 WIB

ISLAMABAD, RABU - Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani diduga tak punya pilihan lain kecuali mematuhi perintah Mahkamah Agung Pakistan untuk menghindari vonis menghina pengadilan, yang bisa berdampak serius terhadap karier politiknya.

Gilani diperintahkan hadir langsung dalam sidang Mahkamah Agung (MA), Kamis (19/1). Ia didakwa menghina pengadilan karena selama ini menolak perintah MA untuk mengirim surat kepada Pemerintah Swiss agar otoritas hukum Swiss membuka kembali kasus korupsi yang melibatkan Presiden Pakistan Asif Ali Zardari.

Gilani menolak mengirim surat ke Swiss dengan alasan Zardari memiliki kekebalan hukum selama masih menjabat sebagai presiden. Namun, menurut pengacara Gilani, Aitzaz Ahsan, ,justru kekebalan hukum Zardari itulah yang membuat Gilani bisa menjalankan perintah MA.

”Menulis surat kepada otoritas Swiss sama sekali tak ada risikonya. Presiden memiliki kekebalan penuh terhadap semua prosedur kriminal di pengadilan,” tutur Ahsan, seorang pengacara yang sangat dihormati di kalangan penegak hukum Pakistan, sekaligus juga salah satu pemimpin senior Partai Rakyat Pakistan (PPP), partai Zardari.

Jalan keluar

Pernyataan Ahsan itu mengisyaratkan jalan keluar yang akan menyelamatkan Gilani dari krisis politik dan hukum yang sedang ia hadapi. Pasalnya, jika ia terbukti melakukan penghinaan terhadap pengadilan, ia terancam hukuman penjara dan dicabut haknya menduduki jabatan publik.

”Urusannya sudah telanjur terlalu berlarut-larut sekarang. Hanya akan masuk akal apabila ia mematuhi perintah pengadilan setelah menyampaikan permohonan maaf,” ungkap mantan Ketua MA Pakistan Saeed-uz-Zaman Siddiqui.

Pemerintahan sipil Pakistan sedang dihadapkan pada krisis setelah mendapat serangan bertubi-tubi dari pihak militer dan pengadilan. Meski banyak pengamat menduga tak akan terjadi kudeta militer, pemerintahan Gilani diperkirakan akan dipaksa menggelar pemilu dini sebelum masa bakti mereka selesai pada 2013.

Zardari dan mendiang istrinya, mantan PM Benazir Bhutto, dinyatakan bersalah secara in absentia oleh pengadilan Swiss dalam kasus pencucian uang pada 2003. Keduanya mengajukan banding, namun kasus itu akhirnya dibekukan oleh otoritas Swiss pada 2008 atas permintaan resmi Pemerintah Pakistan.

(AP/AFP/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com