Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jerusalem Waktu Maghrib

Kompas.com - 24/12/2011, 03:04 WIB

Trias Kuncahyono

Suatu hari, di suatu bulan, pada tahun 2006, kami di Jerusalem Lama. Kami berdua—Steven Stein dan saya—berdiri tak jauh dari Tembok Barat yang sering juga disebut Tembok Ratapan di Jerusalem Lama. Steven Stein, kawan seperjalanan mengelilingi bumi Palestina.

”Apa yang kamu rasakan?” tanya Steven pendek.

”Damai dan tenang,” jawab saya pendek pula.

”Coba dengarkan bunyi azan magrib itu, dengarkan pula bunyi dentang gereja, dan lihatlah orang-orang yang berdoa di depan Tembok Barat itu,” katanya.

Suara azan maghrib yang dilambungkan dari masjid-masjid di Jerusalem Lama menyusup keheningan petang, bertimpalan dengan dentang lonceng gereja. Keduanya berpadu mengingatkan kepada manusia pemeluk agama samawi bahwa sudah tiba saatnya untuk memuliakan Yang Maha Kekal. Dan di sana, di depan Tembok Barat, orang-orang Yahudi berdoa, mengangguk-anggukan kepalanya memuja Yahwe Tuhan Allahnya.

Suasana damai dan tenteram begitu lekat. Surga terasa begitu dekat. Pintu langit seperti terbuka lebar, dan para malaikat Allah menyambut doa-doa yang dilambungkan umat manusia, dibawa ke hadapan-Nya. Damai, aman, dan tenteram. Tidak ada permusuhan antara umat keturunan Ibrahim. Perang sudah lama usai. Yang ada hanyalah persaudaraan. ”Apakah suasana seperti ini bisa dibawa keluar Jerusalem Lama?” gumamku lirih.

Saat itu teringat olehku kata-kata tokoh post-orientalis dan juga teolog, Hans Kung, ”Tiada perdamaian dunia jika tidak ada perdamaian antaragama.” Jauh tahun sebelumnya, pernyataan seperti itu pernah diungkapkan oleh Kardinal Nikolaus von Cues menjelang kejatuhan Konstantinopel (Istanbul, sekarang ini) ke tangan kekuasaan Ottoman (Utsmaniyah).

Perdamaian merupakan impian semua orang. Karena memang, menurut mantan Presiden AS Jimmy Carter, seperti yang ditulis dalam bukunya, Palestine, Peace Not Apartheid (2006), perdamaian adalah hak semua orang, semua bangsa, dan tidak dibeda-bedakan. Tetapi, memang tidak mudah diwujudkan.

Untuk kawasan Timur Tengah, misalnya, perdamaian tidak akan pernah terwujud apabila Israel tidak mengakhiri pendudukannya, tidak membongkar dan menyingkirkan permukiman-permukiman baru, tidak mengembalikan Jerusalem Timur (Lama) yang direbut dalam perang 1967, tidak melaksanakan penentuan nasib sendiri secara sungguh-sungguh dan jujur serta perlakuan yang sama terhadap orang-orang Palestina. Itulah, antara lain, amanat Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 yang diterbitkan 22 November 1967.

Ambil contoh Jerusalem yang harus dibagi bila perdamaian ingin dicapai. Secara politik, Jerusalem harus dibagi sebab secara geografis dan demografis sudah terbagi. Setiap orang yang mengunjungi Jerusalem akan menyaksikan di sana ada Jerusalem Yahudi yang dihuni orang-orang Yahudi dan ada Jerusalem Palestina yang dihuni orang-orang Palestina.

Akan tetapi, Alan Dershowitz dalam bukunya The Case for Peace, How the Arab- Israeli Conflict Can Be Resolved berpendapat, pembagian Jerusalem adalah sulit dilaksanakan karena peta demografis tidak mudah diubah menjadi peta politik. Selain itu, teori tersebut juga sulit dilaksanakan karena terdapatnya beberapa simbol agama yang sangat penting di wilayah yang sama. Misalnya, Masjid Al Aqsha berdiri di puncak lokasi yang secara tradisional oleh orang Yahudi disebut Kuil Salomon.

Perdamaian membutuhkan pengorbanan. Di mana tidak ada penghargaan akan kebebasan beragama, di sana tidak akan terbangun mentalitas dan budaya yang kondusif bagi tegaknya perdamaian. Dan masyarakat di sana akan kehilangan kesempatan untuk hidup bersama secara damai di tengah perbedaan.

Jerusalem di waktu maghrib, memang, aman dan damai.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com