Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Prospek Reunifikasi Muncul

Kompas.com - 24/12/2011, 03:00 WIB

Seoul, Jumat - Kematian pemimpin Korea Utara Kim Jong Il menggairahkan perdebatan di kalangan kapitalis Korea Selatan tentang prospek reunifikasi dengan Korea Utara. Kementerian reunifikasi, Jumat (23/12) di Seoul, mengatakan, biaya reintegrasi Korea lebih dari 249 triliun won.

Mimpi tentang reintegrasi dan bertahap dua Korea, yang pecah pada akhir Perang Dunia II, memudar selama 18 bulan ini akibat serangan perbatasan yang mematikan. Pyongyang disalahkan terkait kasus itu.

Sebuah survei diambil sebelum kematian Kim. Hasilnya menunjukkan pudarnya antusiasme di kalangan warga Korsel terkait reunifikasi, yang berdasarkan beberapa perkiraan akan membawa pergolakan sosial.

Pemerintah Korsel bulan lalu mengatakan, puluhan miliar dollar AS dapat digalang untuk sebuah reunifikasi, yakni melalui kontribusi negara dan sumbangan pribadi. Kementerian Unifikasi pada saat itu memperkirakan biaya reintegrasi kedua negara bisa sampai 249 triliun won atau 215 miliar dollar. Dana itu setara dengan seperempat output ekonomi Korsel pada tahun 2010. Survei menunjukkan Korsel enggan memikul biaya besar itu.

Kematian diktator Kim Jong Il pada 17 Desember, yang sempat mengguncangkan pasar keuangan, tiba-tiba mengirimkan sinyal lain. Kematian pemimpin itu justru membawa negara itu ke ambang sebuah situasi baru.

”Saya berpikir unifikasi akan datang lebih cepat setelah kematian Kim Jong Il,” kata mahasiswa berusia 20 tahun, Juni-soo. ”Kematian itu membuat saya berpikir tentang apa yang akan terjadi di masa datang. Saya berharap unifikasi segera terwujud secara nyata.”

Jajak pendapat oleh Universitas Nasional Seoul yang dirilis tiga bulan lalu menunjukkan, 53,7 persen responden menilai reunifikasi diperlukan. Tanggapan responden itu turun dari 59,1 persen pada jajak pendapat tahun 2010.

”Banyak warga Korea, terutama generasi muda, mulai bosan dan jenuh terhadap isu reunifikasi. Kematian Kim membangkitkan lagi kesadaran publik bahwa mereka hidup bertetangga secara nyata dengan Korut,” kata seorang pakar, Chang Yong-seok.

Warga tak memikirkan

Alam Korea yang bersatu kembali bagaimanapun tetap merupakan sebuah impian. Korea yang bersatu tetap ”sesuatu yang mungkin terjadi saat para elite Utara berpikir bahwa mereka dalam satu perahu yang sama sebagai pemimpin baru,” kata peneliti pada Institut Studi Perdamaian dan Unifikasi di Universitas Nasional Seoul itu.

”Reunifikasi akan tetap ada sebagai tujuan jangka panjang,” kata Chang Yong-seok. Meskipun tidak mungkin untuk menakar opini publik Korut, beberapa pengamat percaya reunifikasi jauh dari pikiran rakyatnya.

”Korea Utara tidak memiliki kesempatan membayangkan alternatif dinasti Kim,” kata Jang Ce-yul, seorang pembelot yang mengepalai sebuah kelompok yang berbasis di Seoul, mantan tentara dari Utara. ”Banyak warga masih percaya mereka adalah korban represi dan tekanan kapitalis asing. Warga berpikir mereka benar-benar sendiri di dunia ini.”

Banyak ahli berpikir, niat reunifikasi akan merobohkan dinasti Kim. Namun, sejauh ini tampaknya proses suksesi justru berjalan lancar, dari sang ayah kepada putranya, Kim Jong Un. Sang putra ini dipuji sebagai pemimpin baru yang sangat diandalkan.

Jika sekitar 20 jenderal bintang empat berhasil menyemai kekuasaan Jong Un, prospek Korea bersatu akan bergantung pada keinginan Jong Un untuk rekonsiliasi. Ketika ayahnya mendukung reunifikasi di bawah sistem federal, ayahnya menuduh Selatan merencanakan menarik Utara diam-diam.

”Kematian Kim Jong Il mungkin mendorong Utara menuju perubahan yang terbatas ketika pemimpin terbaru menerapkan kebijakan Songun (militer terdepan) dan melawan reformasi,” kata profesor ilmu politik Korea University, Yoo Ho-yeol.

”Jika Jong Un ternyata mendukung reformasi dengan kadar yang lebih besar dari pendahulunya, kematian ayahnya mungkin akan menyebabkan perubahan di semenanjung Korea seperti kita lihat dalam hubungan China dan Taiwan,” tambah Yoo Ho-yeol.

Presiden Korea Selatan Lee Myung-bak pada awal tahun ini mengatakan, reunifikasi semakin dekat dan bisa saja muncul tak terduga. (AFP/AP/REUTERS/CAL)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com