Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rawagede dan Supa, Dua Peristiwa Berbeda

Kompas.com - 22/12/2011, 08:05 WIB

DEN HAAG, KOMPAS.com — Pengacara Belanda, Liesbeth Zegveld, akan mendalami perkara sembilan janda di Desa Supa, Sulawesi Selatan. Suami mereka termasuk 200 laki-laki yang dibunuh pasukan Hindia Belanda pimpinan Kapten Raymond Westerling, 28 Januari 1947.

Dalam kunjungan ke Desa Supa, pengacara terkenal Belanda itu sempat berbicara dengan sembilan janda. Namun, untuk menyelidiki kasus Supa, kesaksian para janda saja tidak cukup.

Sebagai sumber informasi lain, Zegveld akan memakai Excessennota atau nota ekses (penelitian Belanda seputar kekerasan tentara Belanda 1945-1950 di Indonesia, Red.), serta hasil penelitian Institut Dokumentasi Perang Belanda (NIOD).

Pengacara HAM Internasional ini belum bisa memastikan apakah upaya menggugat Pemerintah Belanda dalam kasus Westerling akan sukses. Peristiwa Supa terjadi semasa perjuangan kemerdekaan. Pada saat itu, bukan hanya tentara Belanda  yang berperan, melainkan orang Indonesia juga mengangkat senjata untuk melawan.

”Kami akan melihat siapa saja yang akan melaporkan diri pada kami. Apa kejadian konkretnya. Apakah yang ditembaki adalah orang bersenjata, atau tahanan, atau warga yang kebetulan berada di desa itu. Informasi ini sangat relevan sebelum kami bisa melangkah lebih jauh,” ungkap Zegveld kepada Lembaga Penyiaran Publik Belanda (NOS), seperti dikutip Radio Nederland, Rabu (21/12/2011).

Dua bulan

Zegveld berharap bisa cepat merampungkan penelitian karena para penggugat umurnya sudah sangat tua. ”Saya membutuhkan sekitar dua hingga tiga bulan untuk menyelidiki kasus ini, sebelum bisa mengambil langkah berikut.”

Ketika ditanya apakah kasus Supa bisa dibandingkan dengan Rawagede, Zegveld menjawab, ”Kami harus berhati-hati membandingkan dua kasus ini karena pada umumnya sangat berbeda. Lagipula Kapten Westerling dan komandan yang bertanggung jawab atas kejadian Rawagede, dua tokoh berbeda.”

Kepada Radio Nederland, sejarawan Roeshdy Hoessein mengatakan, masalah Rawagede lebih sederhana karena laporan militernya ada. Tim pelakunya sudah diperiksa dengan detail.

Lain halnya dengan kasus Sulawesi Selatan. Banyak hal belum jelas dan perlu diselidiki lebih jauh, di antaranya ketidakjelasan soal jumlah korban tewas. Versi militer Belanda mencapai 4.000 orang, sedangkan pihak Indonesia menyebut angka 40.000 jiwa.

Tembak tengkuk

Berapa pun angkanya, yang jelas Kapten Raymond Westerling telah memporakporandakan Sulawesi Selatan, kata Liesbeth Zegveld. ”Banyak sekali kuburan dan monumen di sana.”

Westerling antara lain dikenal karena kampanye kontra-teror berdarah di Sulawesi Selatan 1946-1947. Di kawasan ini, ia menjalankan aksi yang, menurut sejarawan Roeshdy Hoessein, cukup ekstrem. ”Ia mengadakan pemeriksaan, tuduhan, dan eksekusi di tempat.” Eksekusi dilakukan melalui cara tembak tengkuk. ”Itu proses eksekusi kilat. Orang disuruh berbalik menghadap ke belakang. Dia kemudian ditembak di tengkuk dari jarak dekat, sekitar 10-20 sentimeter. Mati dia.”

Menurut Roeshdy Hoessein, Belanda memang selayaknya meminta maaf atas kejadian ini. Namun, tambahnya, tindakan-tindakan yang dilakukan pihak Indonesia pun bisa dimintakan maaf. ”Pihak Indonesia juga bisa melakukan permintaan maaf. Ini adalah suatu proses penilaian ulang daripada hubungan kedua negara yang historinya sangat panjang itu,” tutur sejarawan Indonesia ini kepada Radio Nederland.

Jeffry Pondaag, Ketua Komisi Utang Kehormatan Belanda (KUKB) berpendapat, Belanda harus minta maaf atas kejadian di Sulawesi Selatan. Dalam acara televisi Belanda ”Altijd Wat” ia berkata ”sudah jelas apa yang terjadi di sana”. Selain permintaan maaf, Pondaag juga mengharapkan ganti rugi untuk para sanak saudara korban.

Pada 9 Desember lalu, negara Belanda meminta maaf secara resmi kepada keluarga korban pembantaian Rawagede, Jawa Barat. Tujuh janda mendapatkan ganti rugi masing-masing 20.000 euro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com