Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jepang Siap Hadapi "Keadaan Tak Terduga" di Korea Utara

Kompas.com - 20/12/2011, 03:38 WIB

TOKYO, SENIN - Tetangga- tetangga terdekat Korea Utara langsung meningkatkan kesiagaan begitu kabar meninggalnya Kim Jong Il tersebar, Senin (19/12) siang. Jepang menyatakan bersiap menghadapi ”keadaan tak terduga” sepeninggal pemimpin Korea Utara itu.

   ”Saya telah mengeluarkan tiga perintah, yakni memperkuat kemampuan pengumpulan intelijen; bekerja sama dengan para pejabat dari Amerika Serikat, Korea Selatan, dan China; dan bersiap menghadapi keadaan tak terduga,” kata Perdana Menteri Jepang Yoshihiko Noda, yang langsung menggelar rapat darurat kabinet begitu mendengar kabar tersebut.

Kepanikan juga melanda Korea Selatan (Korsel), tetangga terdekat dan musuh utama Korea Utara (Korut). Presiden Lee Myung-bak dikabarkan sedang merayakan ulang tahunnya ke-70 saat kabar itu tiba, dan langsung menggelar rapat darurat.

Militer Korsel diperintahkan berada dalam status siaga darurat dan meningkatkan pemantauan kawasan perbatasan dengan Korut. Presiden Lee juga memerintahkan seluruh pejabat Pemerintah Korsel berada dalam status tanggap darurat dan dilarang mengambil cuti atau melakukan perjalanan luar kota.

Lee pun langsung mengontak pemimpin Jepang dan Rusia, serta ditelepon Presiden AS Barack Obama untuk membicarakan situasi terkini sepeninggal Kim Jong Il.

Takut perang

Ketakutan menjalar di kalangan rakyat Korsel. ”Menurut saya, peluang pecah perang antara Selatan dan Utara saat ini lebih tinggi daripada sebelumnya,” tutur Lee Byung-joon (27), warga Seoul. Sebagian warga bahkan mulai berpikir untuk menyimpan cadangan bahan makanan seandainya terjadi ketegangan militer.

Bursa saham Korsel pun turut terguncang dan ditutup turun 3,43 persen pada perdagangan hari Senin.

Belakangan, militer Korsel melaporkan tidak ada pergerakan mencurigakan pasukan Korut di perbatasan, dan Lee menyerukan rakyatnya tenang.

Pemicu ketegangan ini adalah ketidakpastian akan apa yang terjadi di Pyongyang, termasuk siapa yang sekarang mengendalikan program senjata nuklir negara itu. Beberapa pengamat juga meyakini, pengganti Jong Il akan melakukan provokasi baru untuk menegaskan kekuatan dan kepemimpinannya di dalam negeri.

”Situasi bisa menjadi sangat tidak stabil. Apa yang dilakukan militer Korut dalam 48 jam ke depan akan sangat menentukan,” tutur Bill Richardson, mantan Duta Besar AS untuk PBB yang beberapa kali melakukan kunjungan resmi ke Korut.

”Reaksi awal semua orang adalah, ’Baguslah, tiran itu sudah pergi’. Tetapi sebenarnya ini adalah kabar buruk karena ini artinya kita memasuki fase yang lebih berbahaya dalam hubungan Korut, Korsel, dan AS. Secara alamiah, Korut akan bersikap ofensif. Pemimpin muda (pengganti Jong Il) ini akan membuktikan ia layak memimpin,” ujar Jim Walsh, pakar Korea dari Massachusetts Institute of Technology.

Bersikap hati-hati

Mantan juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Philip J Crowley, memperingatkan kondisi akan serba tak pasti dalam beberapa waktu ke depan. ”Kalau Korut adalah negara normal, kematian Kim Jong Il akan membuka pintu bagi Musim Semi Pyongyang. Tetapi negara ini bukan negara normal,” tutur Crowley di akun Twitter-nya.

Pemerintah AS sendiri sangat hati-hati berkomentar mengenai kondisi terkini di Korea. Juru bicara Gedung Putih, Jay Carney, hanya menyatakan AS tetap berkomitmen menjaga stabilitas di Semenanjung Korea dan menjaga keamanan dan kebebasan sekutu-sekutunya di kawasan tersebut.

Hampir senada dengan itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Ma Zhaoxu, mengatakan, Beijing akan terus menawarkan dukungan bagi Korut dan membuat ”kontribusi aktif terhadap perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea dan kawasan ini”. China selama ini menjadi sekutu utama Korut.

Dari Eropa, Inggris dan Jerman mengharapkan meninggalnya Kim Jong Il akan membawa perubahan positif di Korut.

”Kami berharap pemimpin yang baru (di Korut) akan menyadari bahwa keterlibatan dengan komunitas internasional menawarkan harapan terbaik untuk memperbaiki kehidupan rakyat jelata di Korut,” tutur Menteri Luar Negeri Inggris William Hague.

Juru bicara Kemlu Jerman, Dirk Augustin, mengatakan, momen ini membuka kesempatan perubahan di Korut. ”Tetapi harapan kami tetap sama: Korut menghentikan program nuklirnya, kondisi sosial masyarakatnya membaik, dan perubahan politik dan ekonomi harus dilakukan,” ungkap Augustin.

Meski demikian, banyak pihak menduga Pembicaraan Enam Pihak untuk menyelesaikan masalah nuklir Korut belum akan dilanjutkan dalam waktu dekat ini.(AP/AFP/Reuters/DHF)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com