Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kematian Kim Jong-Il Mencemaskan Dunia

Kompas.com - 19/12/2011, 16:12 WIB

SEOUL, KOMPAS.com - Kematian pemimpin Korea Utara, Kim Jong-Il, telah mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia. Namun para  pengamat mengecilkan kekhawatiran akan adanya turbulensi di negara bersenjata nuklir itu. Mereka mengatakan, sebuah suksesi yang direncanakan dengan baik sedang berlangsung di sana.

Pengumuman resmi pada Senin (19/12/2011) di media Korea Utara, yang mengungkapkan kematian Kim dua hari sebelumnya pada usia 69, menurut sejumlah analis, membuat jelas bahwa putra bungsunya yang juga penerusnya yaitu Jong-Un sudah berada di tampuk kekuasaan - setidaknya untuk saat ini .

Korea Selatan telah memerintahkan militernya untuk bersiaga, tetapi saat pembicaraan beralih ke ancaman perang, Presiden Lee Myung-Bak meminta rakyat untuk tetap tenang. "Saya pikir tidak akan ada turbulensi atau gejolak langsung dalam politik internal di Korea Utara atau urusan luar negeri," kata Paik Hak-Soon dari lembaga thin-thank Seoul, Institut Sejong.

Media Korea Utara telah meminta rakyat negara itu untuk mengikuti kepemimpinan Jong-Un. Kantor berita negara itu menyebut dia sebagai "penerus besar". "Semua anggota partai, pegawai negeri dan rakyat harus tetap setia kepada bimbingan Kim Jong-Un yang terhormat," kata kantor berita itu.

Para pengamat negara yang menyendiri itu, yang telah lama mencemaskan masyarakat internasional dengan kemampuan nuklirnya dan tindakan-tindakannya yang tidak menentu, mengabaikan kekhawatiran akan perebutan kekuasaan yang langsung terjadi atau kudeta militer. "(Pengumuman kematian) ini jelas menunjukkan bahwa Jong-Un sudah pasti berada di tampuk  kekuasaan, dan semua pejabat kunci di bawah Kim Jong-Il telah memutuskan selama dua hari terakhir sejak kematian Kim untuk mendukung Jong-Un sebagai pemimpin baru," kata Paik.

"Para pejabat puncak Korut sudah membereskan semuanya, dan rezim itu tampaknya menjadi stabil di bawah pemimpin yang baru. Saya tidak memperkirakan gejolak  apapun atau perebutan kekuasaan di dalam rezim itu di masa mendatang.  Era Kim Jong-Un sudah dimulai," lanjut Paik.

Sejauh ini, hanya sedikit yang diketahui tentang Kim Jong-Un, seorang pemuda berpendidikan Swiss yang sekarang diperkirakan akan memperpanjang dinasti Kim ke generasi ketiga. Ia hanya diketahui berusia 20-an akhir. Profilnya hanya sedikit diketahui publik sampai ayahnya menderita stroke pada 2008, yang memaksa rencana suksesi dipercepat. Pada September 2010 dia diserahi jabatan senior di partai yang berkuasa dan diberi pangkat jenderal bintang empat, meskipun ia minim pengalaman militer. Sejak itu, ia telah terus-menerus berada di sisi ayahnya.

Saudari Kim Jong-Il, yaitu Kim Kyong-Hui dan suaminya Jang Song-Thaek, pemipin nomor dua tidak resmi negara itu, diharapkan akan bertindak sebagai mentor dan mendukung kepemimpinan Jong-Un.

Baek Seung-Joo dari Lembaga Analisa Pertahanan Korea mengatakan, Korea Utara telah sepenuhnya siap bagi kematian Kim sejak stroke pada Agustus 2008.  "Untuk sementara, militer dan keluarga Kim akan berusaha untuk mendukung Kim Jong-Un sebagai pemimpin mereka dan bersatu di sekelilingnya," kata Baek.

Namun pemimpin muda itu, yang menuju ke posisi itu dengan sedikit pengalaman dan sejumlah tantangan termasuk kekurangan pangan yang parah, tidak diharapkan untuk mengambil sebuah agenda ambisius. "Kim Jong-Un tidak diharapkan untuk melakukan perubahan kebijakan drastis ketika mencoba untuk merekatkan kepemimpinannya. Dia akan mencoba untuk berbagi kekuasaan atau membangun sebuah aliansi strategis dengan para pemimpin militer," kata Baek.

"Sebuah perebutan kekuasaan mungkin saja di masa depan, yang akan menciptakan hambatan bagi suksesinya karena Jong-Un sesungguhnya tidak mengantongi dukungan penuh publik," katanya. Ia menambahkan, kurangnya dukungan rakyat membuatnya rentan.

Kim Tae-Hyun, seorang profesor di Chung-Ang University di Seoul, sepakat bahwa putra Kim Jong-Il itu tampaknya telah berkuasa dengan dukungan militer dan partai - dan bahwa rezim itu punya kepentingan dalam mempertahankan status quo.

Hubungan Korea Utara dengan Korea Selatan telah dingin sejak dua insiden perbatasan yang mematikan yang disalahkan pada Korea Utara tahun lalu. Namun Paik mengatakan, kepemimpinan baru itu tidak mungkin untuk mengambil pendekatan konfrontatif terhadap musuh lamanya Amerika Serikat dan Korea Selatan, setidaknya untuk beberapa waktu. "Negara itu membutuhkan banyak bantuan dan kebutuhan sehari-hari untuk diberikan kepada rakyatnya dalam menandai ulang tahun politik besar tahun 2012," kata Paik. Ia merujuk pada peringatan 100 tahun kelahiran presiden pendiri negara itu, Kim Il-Sung.

Berita kematian Kim Jong-Il muncul di tengah upaya diplomatik yang intensif untuk menghidupkan kembali perundingan enam negara terkait program nuklir Korea Utara. "Mengenai perundingan nuklir, Utara juga akan cenderung mengambil sikap yang lebih kooperatif demi mendapatkan apa yang mereka inginkan," kata Paek. "Mereka mungkin akan maju untuk memperbarui perundingan dengan AS setelah masa berkabung berakhir."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com