Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suatu Sore di Moskwa

Kompas.com - 07/12/2011, 04:24 WIB

OLEH TRIAS KUNCAHYONO

Suatu sore, di Moskwa, Rusia. Kami berdua—Dubes Indonesia untuk Rusia Hamid Awaluddin dan saya—duduk di Restoram Le Pain, sebuah restoran Belgia yang khusus menyediakan minuman dan makanan dari cokelat.

”Bung, kapan pertama kali mengunjungi Rusia?” tanya Pak Dubes mengawali pembicaraan.

”Tahun 1993, dua tahun setelah Uni Soviet ambruk,” jawab saya. ”Dan, ini kunjungan saya yang keempat.”

”Wah, hebat dong, bisa membandingkan situasi sekarang dan tahun-tahun awal setelah Uni Soviet bubar,” kata Pak Dubes.

Dari sinilah kami mengobrol soal Rusia. Sekarang ini, jangan lagi membayangkan Moskwa seperti awal tahun 1990-an, setahun dua tahun setelah pembubaran Uni Soviet, yang serba muram. Belum banyak tempat yang bisa bebas dikunjungi. Belum banyak rumah makan.

Moskwa sekarang adalah Moskwa yang ceria. Jalan-jalan di ibu kota Rusia itu sama dengan di Jakarta, macet. Berbagai mobil buatan negara-negara Eropa Barat, Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang sangat mudah ditemukan. Mobil buatan Rusia, seperti Lada, tergusur ke pinggiran. Kalaupun ada di pusat kota juga tidak banyak.

Akar-akar kapitalisme modern makin kokoh mencengkeram bumi Rusia. Lambang-lambang produk negara kapitalis begitu mudah ditemukan di Moskwa. Di butik-butik bergantungan produk-produk pakaian asal Perancis, Italia, dan Inggris. Sebut saja, Celine, Christian Dior, Givenchy, Guy La Roche, Yves St Laurent, Pacco Rabane (Perancis). Atau Gianni Versace, Laura Biagiotti, Armani, Dolce & Gabana, Moschino, Gucci (Italia).

Moskwa memang telah berubah. Rusia berubah. Hasil pemilu parlemen hari Minggu lalu juga menjadi bukti perubahan itu. Rakyat sudah berani bersikap. Mereka tidak membabi-buta mendukung partai yang berkuasa, Rusia Bersatu (United Russia), partainya Perdana Menteri Vladimir Putin.

Dalam Pemilu 2007, Rusia Bersatu merebut 315 dari 450 kursi Duma Negara. Namun, menurut hitungan awal komisi pemilu, dari 95 persen suara yang sudah dihitung, Rusia Bersatu kehilangan 77 kursi menjadi 238 kursi. Berarti tak lagi menguasai dua pertiga kursi di Duma Negara.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com