MALANG, KOMPAS -
Hal itu diutarakan pengajar di Jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang Syamani Afif di Malang, Selasa (29/11).
Namun, ada keyakinan bahwa kekuatan politik Islam akan sangat menonjol ke depan atau paling tidak kekuatan politik Islam akan mewarnai politik Mesir. ”Saya kira tidak perlu memprediksi Mesir pascapemilu. Jika Mesir bisa melampaui tahapan pemilu tanpa darah dan menghasilkan pemerintah yang punya legitimasi, itu pun sudah luar biasa bagi Mesir,” katanya.
Dunia khawatir terhadap Mesir, terutama soal potensi bentrokan yang bisa saja dilakukan militer dan kekuatan sipil. Lepas dari itu, penampilan Mesir ini penting karena Mesir merupakan etalase bagi Timur Tengah.
Jika pemilu Mesir lancar, dan berhasil menelurkan pemerintahan yang menjamin transisi, Timur Tengah akan cukup percaya diri melangkah, termasuk Tunisia, Libya, dan negara-negara lain yang dilanda ’musim semi’,” katanya.
Persoalan di Mesir adalah tidak ada pihak yang dapat dianggap memiliki wewenang paling kuat, tidak juga Dewan Agung Militer yang terus-menerus menerima hujatan. Bahkan, masa depan perancangan dasar-dasar kenegaraan Mesir pun berada di titik kritis.
”Apakah nasionalisme Mesir bisa dipertahankan dengan penyelenggaraan pemilu semata? Akankah dasar nasionalisme Mesir bisa digoyahkan oleh militer atau kekuatan politik Islam? Isu perubahan konstitusi belum mengemuka, setidaknya belum terpantau di media,” katanya.
Menurut Syamani, saat ini sulit menemukan konsensus nasional karena tidak ada kekuatan dominan yang dapat diandalkan untuk mencapai konsensus. Namun, pemilu tetap merupakan jalan yang harus ditempuh meski amat besar tanda tanya soal legitimasi pemilu.
Paling tidak, jika hasil pemilu bisa menghasilkan struktur pemerintahan yang sesuai konsensus, kita akan lebih bisa membaca masa depan politik Mesir. ”Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah jika pemilu gagal, atau tidak berhasil membentuk pemerintahan yang mampu mendorong konsensus. Jika
Kekuatan politik Islamis, tambah Syamani, sudah tentu akan mengemuka di Mesir. Kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) akan muncul sebagai kekuatan yang patut diperhitungkan.
”Sejauh yang dapat dilihat, kekuatan IM akan terbelah pada ide parlementer dan ide ekstra parlementer, misalnya lewat jalan gerilya, perlawanan militer, dan sejenisnya. Ide parlementer bukan ide yang mudah pula karena memerlukan sokongan dana dan sumber daya besar. Akan tetapi, ide parlementer merupakan saluran paling memungkinkan untuk mendukung ekspresi IM,” katanya.