Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Eks Gerilyawan Libya Tawan 7.000 Orang

Kompas.com - 29/11/2011, 13:33 WIB

NEW YORK, KOMPAS.com - Para mantan gerilyawan Libya masih menahan sekitar 7.000 tawanan, PBB melaporkan, seperti dilansir BBC, Selasa (29/11/2011). Inilah untuk kali pertama PBB memberi penilaian tentang situasi Libya sejak berakhirnya perang sipil yang berlangsung selama delapan bulan ini.

Para tawanan itu tidak memiliki akses untuk menjalani proses hukum sebab polisi dan pengadilan tidak berfungsi. Ada dugaan, para tawanan itu juga mengalami penyiksaan.

Sebagian besar tawanan adalah warga etnis yang berasal dari Gurun Sahara. Mereka dituduh sebagai tentara bayaran mendian Moammar Khadafy.

PBB mengatakan pemerintah baru Libya memang memberi respons positif saat ditekan untuk menyelesaikan masalah itu.

Laporan yang disampaikan Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon itu memperkirakan sekitar 7.000 tawanan itu ditahan di penjara-penjatau rumah tahanan darurat yang sebagian besar masih di bawah kendali tentara revolusioner.

"Meskipun Dewan Transisi Nasional sudah mengambil langkah ke arah transfer tanggung jawab terhadap para tawanan dari tentara revolusioner pada pihak yang lebih berwenang, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengatur penahanan, pencegahan penyiksaan, serta pembebasan orang-orang yang memang seharusnya tidak diperpanjang," sebut laporan itu.

"Saya yakin para pemimpin Libya yang baru benar-benar berkomitmen untuk membangun masyarakat yang menghormati hak asasi manusia," kata Ban.

"Untuk mewujudkannya diperlukan tindakan yang sedini mungkin, sesulit apapun situasinya, untuk mengakhiri penahanan yang sewenang-wenang, mencegah penyiksaan dan diskriminasi, terhadap warga negara lain serta warga Libya sendiri," lanjut Ban.

Utusan PBB untuk Libya, Ian Martin, menyambut baik pembentukan pemerintahan baru di Tripoli.

"Hal itu menunjukkan indikasi adanya perbedaan (pemerintah baru) dengan rezim lama yang tidak dimungkiri telah melanggar hak asasi manusia," kata Martin seperti dikutip BBC.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com