Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suku Libya Tolak Akui Pemerintah Baru

Kompas.com - 23/11/2011, 23:49 WIB

TRIPOLI, KOMPAS.com - Beberapa suku Libya pada Rabu (23/11/2011) menyatakan tidak akan mengakui pemerintah setelah pengumuman kabinet baru. Hal ini membuka kembali persaingan wilayah, yang mengancam ketenangan negara itu.

Perdana menteri Abdul Rahim al-Kib mengumumkan jajaran kabinet, yang bertujuan menenangkan tumpang-tindih suku Libya, kepentingan daerah dan kubu ideologi, yang bersaing mengisi kekosongan sesudah kejatuhan rezim Moammar Khadafy.

Belum ada dampak langsung dari perbedaan pendapat atas kabinet dari kepentingan paling kuat, khususnya kelompok Islam, yang tidak diberi banyak tempat di pemerintahan. Sementara golongan lain yang lebih kecil mengeluh telah diabaikan. 

Mengumumkan pemerintahan itu adalah langkah terkini dalam kemandekan kemajuan menuju pembangunan lembaga baru, tiga bulan setelah pemberontakan paling berdarah "Kebangkitan Arab" mengakhiri 42 tahun pemerintahan Khadafy.

Sekitar 150 orang berunjuk rasa pada Rabu pagi di luar hotel di kota Benghazi, Libya timur, tempat Dewan Peralihan Negara (NTC) berkantor, kata saksi. Mereka memegang spanduk bertuliskan "Tidak untuk pemerintah orang luar", kata saksi itu.

Unjuk rasa tersebut dilakukan anggota suku Awagi dan Maghariba, yang berpusat di Benghazi karena perwakilan mereka tidak diberi jabatan kunci. Kelompok yang menamakan diri Kongres Amazigh Libya menyeru penghentian semua hubungan dengan NTC atas pembentukan pemerintah tersebut.

Amazigh, atau Berber, adalah suku kecil, yang menderita penganiayaan di bawah Khadafy dan yang mendesak pengakuan lebih besar atas bahasa dan kebudayaannya di Libya baru.
"Pembekuan sementara itu akan berlangsung sampai NTC menyetujui tuntutan Amazigh," kata pernyataan kelompok itu.

Pilihan NTC mengisi jabatan menteri tampaknya mendahulukan persekutuan wilayah ketimbang pengalaman atau rekam jejak.
Kalangan diplomat memperkirakan jabatan menteri luar negeri akan dipegang utusan Libya untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ibrahim Dabbashi. Ternyata posisi itu diberikan kepada Ashour Bin Hayal, diplomat kurang dikenal dari Derna, kota di wilayah timur yang sudah lama menentang Khadafy.

Ali Tarhouni, cendekiawan tinggal di Amerika Serikat, yang kembali dari pengasingan untuk mengelola perminyakan dan keuangan dalam pemberontakan melawan Khadafy, tidak memiliki peran dalam pemerintahan baru itu. Padahal dia dipandang sebagai mitra yang dipercaya diplomat Barat.

Hassan Ziglam, pelaksana industri minyak, menjadi menteri keuangan, dan Abdulrahman Ben Yezza, mantan pelaksana perusahaan minyak besar Italia ENI, menjadi menteri perminyakan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com