Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saif Khadafy Mengaku sebagai Gembala Unta

Kompas.com - 21/11/2011, 11:19 WIB

KOMPAS.com — Saif Al Islam Khadafy, anak pertama dari istri kedua Kolonel Moammar Khadafy, mungkin akan menghadapi regu tembak. Pemerintah Libya, Minggu (20/11/2011), menolak untuk menyerahkan dia ke Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC).

Para pejabat di Tripoli berkeras, sarjana tamatan Inggris yang ditangkap pada Sabtu lalu itu akan diadili di negaranya sendiri atas kejahatan terhadap rakyat Libya. Ancaman hukuman untuk kejahatan yang dia lakukan adalah hukuman mati.

Saif (39 tahun) dulu biasa mengenakan pakaian gaya Barat dan selalu modis saat menghadiri pesta gila-gilaan di Perancis selatan dan di rumahnya yang bernilai 10 juta poundsterling di Hampstead, London Utara. Namun ketika tentara pemberontak menangkapnya di padang gurun di Libya selatan, saat tengah melarikan diri untuk melintasi perbatasan ke Niger, ia berjenggot hitam lebat, memakai sorban dan jubah panjang.

Saif, yang belum lama berkoar bahwa dia akan berjuang hingga mati, mengaku sebagai seorang penggembala unta yang rendah hati. Dia kemudian melompat dari mobilnya dan melakukan upaya menggelikan saat bersembunyi di belakang mobil itu. Dia menelusup ke bawah bundelan pakaian dan menutupinya dengan pasir. Dia juga mengusap wajah dan kepalanya dengan pasir dalam upaya untuk menyamarkan dirinya.

"Namun ketika kami menyuruhnya untuk menyerahkan diri, dia menurut," kata Ali al-Ajami Atari, komandan operasi itu.

Para pemberontak lalu menerbangkan dia ke kota Zintan, di selatan Tripoli. Di sana penduduk setempat mengerubungi pesawat transportasi Angkatan Udara Libya yang membawanya. Ada rekaman percakapan antara Saif dan para penangkapnya saat pesawat itu berada di tempat parkir (tarmac).

"Saya sudah tahu. Saya sudah tahu bahwa akan ada kerumunan besar," kata Saif saat ia mengintip melalui tirai jendela pesawat. Dia rupanya jadi ciut. Dia menambahkan, "Saya tinggal di sini saja. Mereka akan menembak saya begitu saya pergi ke luar sana."

Ketika orang-orang dalam pesawat menyalakan rokok, dia mengatakan bahwa mereka menempatkan hidupnya dalam bahaya. "Pesawat tertutup dan kita akan mati lemas," katanya. "Kita akan tersedak sampai mati." Namun, saat salah seorang pengawalnya mengusulkan untuk membuka pintu sebagai ventilasi, ia tampak berpikir bahwa kerumunan orang bersenjata yang sedang memukul-mukul dinding justru menimbulkan ancaman yang lebih langsung terhadap kesehatannya. "Saya tidak membutuhkan udara segar, kawan," katanya.

Saif dan empat pengawalnya dihentikan sebuah unit kecil para pemberontak. Saif saat itu berada dalam sebuah truk pikap yang berisi senjata anti-pesawat. Para pemberontak mendapat petunjuk bahwa Saif berencana melarikan diri dengan melintasi perbatasan.

Jari-jari Saif terbungkus perban dan kakinya ditutupi selimut. Ia tampaknya terluka dalam serangan udara NATO bulan lalu. Ia diperkirakan telah bersembunyi di padang gurun di selatan negara itu sejak bulan lalu setelah melarikan diri dari Bani Walid, dekat ibu kota Tripoli.

Baru tiga minggu lalu Saif bersumpah untuk membalas kematian ayahnya. Ia melontarkan pernyataan menantang, "Saya masih hidup dan bebas serta mau berjuang sampai akhir."

Abdul al-Salaam al-Wahissi, seorang pejuang Zintan yang terlibat dalam operasi itu, mengatakan, "Dia tampak lelah. Dia telah tersesat di padang pasir selama beberapa hari. Saya pikir dia kehilangan pemandunya."

Amnesty International menyerukan agar Saif segera diserahkan ke Pengadilan Kejahatan Internasional di Belanda di tengah kekhawatiran bahwa dia bisa mengalami nasib yang sama seperti ayahnya, yang dibunuh segera setelah ditangkap pemberontak pada bulan lalu. Namun, Libya tidak punya kesepakatan dengan Pengadilan Kejahatan Internasional. Menteri Kehakiman Muhammad Al Alagy mengatakan, "Kami siap untuk menuntut. Kami telah mengadopsi prosedur hukum dan peradilan yang cukup untuk menjamin persidangan yang adil baginya."

Jaksa Pengadilan Kejahatan Internasional, Luis Moreno-Ocampo, mengatakan bahwa ia akan melakukan perjalanan ke Libya, Senin ini, untuk melakukan pembicaraan dengan Dewan Transisi Nasional yang berkuasa tentang di mana sidang Saif akan berlangsung. Dia mengatakan, meski Pemerintah Libya memiliki hak pertama untuk mengadili warga negara mereka atas kejahatan perang, tujuan utama dia adalah untuk menjamin persidangan yang adil.

Human Rights Watch memperingatkan bahwa pembunuhan Kolonel Khadafy setelah tertangkap merupakan "alasan kecemasan" jika Saif ditahan di Libya. Namun, Menteri Informasi Libya Mahmoud Shammam mengatakan, "ICC hanya pengadilan sekunder, dan rakyat Libya tidak akan mengizinkan Saif diadili di luar negeri."

Saif diperkirakan akan didakwa terkait sejumlah kejahatan, termasuk menghasut orang lain untuk membunuh dan menyalahgunakan dana publik. Sejauh ini pemerintah transisi belum menentukan aturan yang akan diterapkan untuk mengeksekusi para penjahat. Kolonel Khadafy terkenal telah menggantung ratusan lawan politik, kadang-kadang dalam eksekusi terbuka yang disiarkan di TV. Namun diyakini, regu tembak dapat menjadi metode eksekusi untuk negara baru itu.

Minggu malam, dia tinggal di sebuah rumah yang aman di Zintan. Warga kota itu bersumpah untuk menjaga dia tetap hidup sampai menghadapi pengadilan di Tripoli.

Penguasa baru Tripoli semalam mengatakan, mantan Menteri Intelijen Abdullah al-Senoussi telah ditangkap hidup-hidup oleh para pejuang revolusioner, tidak jauh dari tempat Saif ditangkap. Para pejuang yang melacak Al-Senoussi selama dua hari menangkap dia di rumah saudarinya di Deerat al-Shati, sekitar 40 mil (64,4 km) di selatan kota gurun Sebha. Al-Senoussi, saudara ipar Kolonel Khadafy, merupakan salah satu dari enam warga Libya yang dihukum secara in absentia dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup di Perancis terkait pengeboman pada 1989 terhadap sebuah pesawat penumpang Perancis di atas Niger, yang menewaskan 170 orang di pesawat itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com