Kelima negara itu memiliki klaim tumpang tindih atas bagian-bagian dari Laut China Selatan (LCS). Jika tak dikelola dengan baik dan bijak, konflik damai dapat berubah jadi konflik bersenjata. LCS dipercayai sangat kaya kandungan minyak dan gas. Di samping itu, LCS mempunyai nilai strategis sebagai rute pelayaran dunia.
Beberapa hari menjelang KTT ASEAN, yang diikuti dengan KTT Asia Timur, isu LCS menguat. LCS tak sekadar menjadi pembicaraan dalam KTT ASEAN, tetapi telah menjadi sumber ketegangan antarnegara. China merasa dipojokkan dengan manuver Filipina yang hendak membawa ASEAN berhadapan dengannya.
Manuver Filipina ini diduga dilakukan untuk mendapatkan posisi tawar lebih tinggi ketika berhadapan dengan China. Memang sejumlah negara ASEAN yang memiliki klaim atas LCS menghendaki penyelesaian secara multilateral yang melibatkan ASEAN daripada secara bilateral. China juga menyatakan ketidaksukaannya terhadap keterlibatan AS dalam masalah LCS.
Meski mengakui tak memiliki klaim atas wilayah LCS, AS menyatakan keterlibatannya dalam rangka memastikan alur laut bagi pelayaran internasional aman. AS juga ingin memastikan China tak melakukan intimidasi atau ancaman penggunaan kekerasan dalam penyelesaian klaim dengan negara-negara yang kekuatan militernya tidak sebanding.
Menlu AS Hillary Clinton, 16 November lalu, di Filipina telah mengindikasikan dukungan AS yang lebih besar kepada Filipina. Kedua negara menandatangani deklarasi ”pendekatan berdasarkan aturan untuk penyelesaian klaim tumpang tindih di wilayah laut”. Demikian pula dengan kehadiran pangkalan AS di Australia dan kehadiran Presiden Obama dalam KTT Asia Timur yang menandakan keinginan AS untuk lebih hadir di kawasan ini. Tentu kehadirannya tak sekadar hadir, tetapi diduga kuat dalam rangka menghadapi China.
China telah menyatakan penolakannya menjadikan KTT Asia Timur sebagai forum untuk membicarakan penyelesaian sengketa di LCS. Dalam pernyataannya, Asisten Menlu China Liu Zhenmin mengatakan bahwa LCS tidak punya kaitan dengan KTT Asia Timur mengingat KTT tersebut merupakan forum untuk membicarakan kerja sama ekonomi dan pembangunan.
ASEAN yang saat ini diketuai oleh Indonesia secara tepat telah melihat konflik di LCS berpotensi mengganggu stabilitas perdamaian dan keamanan di Asia Tenggara. Oleh karena itu, Menlu Marty Natalegawa telah menyampaikan pendapatnya bahwa ASEAN tak akan membiarkan Asia Tenggara jadi arena bersaing negara-negara besar. Indonesia sebagai ketua ASEAN juga ingin memastikan agar dua kekuatan besar, China dan AS, tidak dalam posisi berhadapan dan menjadikan LCS ladang konflik bersenjata mereka. Indonesia sangat menghendaki penyelesaian klaim atas LCS dilakukan secara damai. Ini alasan Indonesia mengusulkan terbentuknya Kode Etik Berperilaku (Code of Conduct) Para Pihak di LCS.