Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perlahan-lahan Jatuh Cinta pada Sungai Gangga

Kompas.com - 16/11/2011, 14:15 WIB

KOMPAS.com - Kabut putih masih berselimut di antara dinding lanskap di seberang Sungai Gangga, untuk kedua kalinya kami keliling ghat demi ghat dengan ikut trip perahu seharga 100 rupee per jam. Kali ini kami menembus beningnya pagi demi mendapat efek matahari.

Tak ubahnya seperti saat matahari tenggelam di hari pertama kali kami datang, Manikarnika Ghat terlihat masih sibuk dengan jenazah-jenazah yang telah hampir seharian itu mengantri dikremasi. Padahal pagi masih jam 5.10, tetapi sejenak saat kami bangun di jam 04.30 tadi, mantra-mantra suci dengan bunyi lonceng bergema-gema sudah riuh terdengar.

Cahaya-cahaya redup lilin dari kuil sekitar ghat, masih kuat memancarkan kota ini. Rupanya suara-suara suci yang terdengar setiap menjelang fajar itu merupakan satu ritual penting pula bagi para penduduk Varanasi.

Konon hal itu merupakan ritual untuk menyambut hari atau memulai hari. Lain halnya dengan ritual yang juga setiap harinya dilakukan setiap menjelang malam setelah matahari terbenam, demi mengharap keberkahan atas apa yang telah dilakukan atau diamalkan pada hari itu.

Layaknya Mekkah, Varanasi juga lekat dengan berbagai macam ibadah keagamaan. Nafas-nafas keagamaan nampak antusias untuk dijabarkan dalam setiap ritual yang dilakukan. Berada di tengah-tengah ritual mereka membuat kami belajar akan kewajiban sebagai makhluk Tuhan dan hidup beragama.

Alam pagi ini memancarkan setitik anugerah Tuhan yang diberikan ke manusia setiap mengawali terang. Matahari mulai terbit, memancarkan sinar kemerahan, ditampik air Sungai Gangga yang kecokelatan, hingga tersirat garis-garis biru keunguan di sepanjang aliran air sungai.

Sang supir perahu membawa kami pelan menyusuri setiap gerakan air sungai yang tenang, memperhatikan ketaatan para manusia yang sejak fajar tadi telah sibuk mencelupkan diri di air sungai yang dingin tersebut. Pancaran matahari terbit di hari terakhir kami di Varanasi ini membuat rasa cinta tumbuh di hati kami, mencoba menghapuskan paradigma kotor yang terlanjur melekat pada kota ini.

Makna di balik kehidupan masyarakat di sini tak pantas disandang kotor begitu saja. Sementara hal yang kami lihat pagi ini adalah bentuk kehidupan lain dari kotor, kumuh, bahkan kericuhan.

Satu jam cepat berlalu, tak cukup dengan waktu satu jam atau bahkan satu minggu untuk mencintai sisi kehidupan di sini. Banyak para wisatawan yang akhirnya jatuh cinta dengan alur kehidupan yang diberikan Sungai Gangga, hingga akhirnya memutuskan untuk menetap hingga masa ajal menjemput.

Tetapi kami bukan satu di antaranya. Kami datang untuk berkenalan dan mengenalkannya kepada yang lain, mencari sisi lain dari setiap adat yang diberikan bukan hanya kota ini. Meski konon di sinilah orang India melabuhkan hatinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com