Ayutthaya, Minggu
”Bayangkan seribu ton batu dan bata berada di fondasi lunak tanpa tiang pancang modern. Kami sangat khawatir,” kata Chaiyanand Busayarat, Direktur Taman Bersejarah Ayutthaya, seperti dikutip Associated Press, Minggu (13/11).
Saat air surut, sebagian ahli menyarankan perubahan radikal untuk mencegah bencana serupa di masa depan, yaitu kembali ke masa empat abad lalu untuk meniru perencanaan perkotaan masa itu.
”Kita tak bisa mencegah banjir, jadi kita harus belajar untuk hidup bersama air lagi, seperti mereka yang mendirikan Ayutthaya. Ayo, kita keluarkan peta-peta kota lama,” kata Anek Sihamat, pejabat tinggi Departemen Kesenian Pemerintah Thailand.
Anek menganjurkan menggali kembali kanal-kanal lama yang telah diuruk dan diaspal untuk jalan, serta membatasi perluasan kota dan kawasan industri yang merintangi aliran alamiah air.
Ayutthaya, ibu kota kerajaan Siam selama 417 tahun, disebut sebagai salah satu kota terbesar di atas air dengan jaringan kanal sepanjang lebih dari 140 kilometer. Dibangun di dataran banjir Thailand tengah pada pertemuan tiga sungai, kota itu dilanda banjir setiap tahun. Penduduk tinggal di rumah-rumah panggung dan menggunakan perahu sebagai sarana transportasi.
Naiknya air dari dataran tinggi utara, yang dimulai akhir Juli dan telah menewaskan lebih dari 520 orang, adalah yang terburuk sejak tahun 1940-an meskipun Ayutthaya dilanda banjir hampir setiap musim penghujan.
Dalam waktu dekat, para ahli akan menilai kerusakan dan apa yang diperlukan untuk melindungi kota yang masuk daftar Warisan Dunia UNESCO sejak tahun 1971 ini.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.