Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak "Ternoda" Khadafy, Dosen Itu Pimpin Libya

Kompas.com - 05/11/2011, 11:12 WIB

TRIPOLI, KOMPAS.com — Lepas dari kekuasaan Kolonel Moammar Khadafy, rakyat Libya kini memiliki seorang pemimpin baru. Dewan Transisi Nasional (NTC) akhirnya memilih Abdurrahim el-Keib sebagai Perdana Menteri Libya.

Dalam pemungutan suara di NTC pada Senin (31/10/2011), El-Keib mendapat 26 dari total 51 suara. Dia diberi waktu dua minggu untuk membentuk sebuah pemerintahan baru, yang bertugas melancarkan jalan untuk membuat rancangan konstitusi dan menggelar pemilihan umum.

Siapakah sebenarnya Abdurrahim el-Keib?

Profesor bidang teknik elektro lulusan Amerika Serikat itu memiliki sedikit pengalaman politik. Namun terpilihnya dia sebagai Perdana Menteri Libya (PM Libya) bisa meyakinkan bangsa Barat dan rakyat Libya mengingat banyak petinggi Dewan Transisi Nasional (NTC) yang "ternoda" karena pernah menjadi bagian dari rezim Khadafy.

El-Keib, yang kini tinggal di ibu kota Libya Tripoli, mengatakan dia akan memastikan bahwa Libya menghormati hukum. "Kami menjamin akan menjadi negara yang menghormati hak asasi manusia dan tidak akan menoleransi pelanggaran atas hak asasi manusia. Namun, kami memerlukan waktu," katanya sesaat setelah terpilih.

Dia menggantikan PM sementara, Mahmoud Jibril, yang pernah berjanji akan turun dari jabatan begitu rezim Khadafy tumbang.

El-Keib meraih gelar doktor teknik elektro dari Universitas North Carolina dan akhirnya menjadi dosen di Universitas Alabama pada 1985, seperti yang ditulis dalam data pribadi di tempat dia bekerja sebelumnya, Petroleum Institute di Uni Emirat Arab.

Jibril yang juga teknokrat lulusan AS menjadi sasaran serangan dalam beberapa bulan selama memimpin NTC. Serangan itu datang dari kalangan Islamis yang menyebutnya terlalu sekuler.

Sementara itu, pihak lain menyerangnya karena dia pernah menjadi penasihat di rezim lama dan lebih banyak berada di luar Libya selama pergolakan delapan bulan itu berlangsung.

Namun, Jibril juga berjasa besar karena berhasil mengamankan dukungan internasional pada revolusi, khususnya dari NATO yang memperkuat pemberontakan terhadap rezim Khadafy dengan serangan udara.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com