Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Khadafy Lenyap, Masalah Dinasti Muncul

Kompas.com - 28/10/2011, 04:42 WIB

Meski mantan penguasa Libya, Moammar Khadafy, telah tewas hari Kamis (20/10), yang menandakan berakhirnya era Khadafy di Libya, masa depan negeri itu masih penuh spekulasi. Di antaranya yang dipertanyakan adalah peluang bagi sisa anggota keluarga Dinasti Senussi yang masih hidup saat ini untuk berkuasa kembali di Libya.

Dinasti Senussi adalah penguasa Libya sebelum ditumbangkan Kolonel Moammar Khadafy pada 1 September 1969.

Di antara anggota keluarga Dinasti Senussi yang masih hidup adalah Pangeran Idris bin Abdullah al-Senussi yang lahir pada 18 Januari 1957. Pangeran Idris yang selama ini menekuni bisnis tiba-tiba aktif melakukan wawancara dan berbicara politik dengan media Barat ataupun Arab menyusul revolusi Libya pada 17 Februari lalu. Ia selalu menegaskan siap kapan saja kembali ke Libya.

Pangeran Idris sering memperkenalkan diri sebagai tokoh oposisi Libya di pengasingan sekaligus pemimpin gerakan Sanusiyah. Ia lebih banyak tinggal di Inggris, Spanyol, dan Italia. Ia mulai mengklaim sebagai pemegang sah takhta Libya pada tahun 1989.

Pangeran Idris kini mendapat saingan dari saudara sepupunya, Mohammed al-Senussi (49), yang juga mengklaim berhak atas takhta Libya.

Idris al-Senussi yang lahir di Benghazi adalah putra ketiga dari pasangan Pangeran Sayyid Abdalla Abed al-Senussi (1919-1988) dan istri keduanya, Ghalia binti Nur Saleh. Ia berusia 12 tahun dan menempuh pendidikan sekolah dasar di Inggris ketika terjadi kudeta pada 1 September 1969. Saat itu ia diberi tahu tentang berita berakhirnya Dinasti Sanusiyah di Libya. Idris al-Senussi kemudian melanjutkan ke sekolah tinggi Brummana di Lebanon.

Idris al-Senussi menikah dua kali. Pernikahan pertama dengan Cindy Heles dan berakhir dengan perceraian pada tahun 1986 dengan memiliki seorang putri, Sayyida Alia binti Sayyid Idris al-Senussi.

Setelah itu, dia menikahi wanita aristokrat Spanyol, Ana Maria Quinones de Leon, 23 Maret 1987, dan dikaruniai putra bernama Sayyid Khalid bin Sayyid Idris al-Senussi.

Dinobatkan

Saat ayahnya, Abdalla Abed al-Senussi pada tahun 1988 wafat, keluarga besar Senussi menobatkan Pangeran Idris sebagai wakil keluarga melanjutkan perjuangan melawan kekuasaan Khadafy. Keluarga Senussi selama ini mengklaim bahwa gerakan Sanusiyah dianut dan menjadi payung sebagian besar suku-suku di Libya. Gerakan tersebut mengklaim akan memperjuangkan pembentukan pemerintahan yang dipilih secara demokratis di bawah sistem monarki konstitusional.

Pada tahun 1991, Pangeran Idris mengklaim telah merekrut 400 mantan anggota militer Libya yang mendapat latihan dari dinas intelijen AS untuk melawan rezim Khadafy.

Pada Maret 2011 menjelang revolusi Libya, Idris al-Senussi mengadakan serangkaian pertemuan dengan sejumlah pejabat dan kongres AS. Ia juga melakukan komunikasi dengan pejabat Perancis dan Arab Saudi.

Ketika ditanya apakah dia atau Mohammed al-Senussi yang berhak naik takhta sebagai raja, ia menjawab, dewan keluarga besar Senussi yang akan memutuskan siapa yang akan menjadi raja.

Akan tetapi, wacana kembalinya sistem monarki di Libya sama sekali tak terdengar dari para pemimpin ataupun rakyat Libya. Suatu hal yang pasti, Dewan Transisi Nasional (NTC) telah mengumumkan akan menggelar pemilu demokratis dalam kurun 8 bulan mendatang.

Siapa pun warga Libya tanpa pandang bulu, termasuk Pangeran Idris, berhak menjadi kandidat dalam pemilu mendatang. Pangeran Idris tentu harus menerima realitas bahwa sistem monarki sudah menjadi bagian sejarah Libya. Jika ingin kembali ke Libya, Pangeran Idris tampaknya harus mengakui proses baru lewat sistem republik demokratis. Ia bisa menjadi presiden atau perdana menteri jika disukai dan dipilih rakyat. (mth)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com