Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Abaikan Kematian Khadafy

Kompas.com - 23/10/2011, 06:31 WIB

MISRATA, KOMPAS.com - Warga Libya antre untuk melihat jenazah Moammar Khadafy yang diperlihatkan kepada publik di kota Misrata, Sabtu (22/10/2011). Mereka tidak hirau dengan cara kematian pemimpin Libya itu, yang diyakini justru tewas ditembak pasukan yang berhasil memergokinya.

Warga bahkan mengatakan, jika dibiarkan hidup, Khadafy akan tetap menggalang kekuatan dari pendukungnya untuk melanjutkan perlawanan terhadap pemerintahan baru Libya di bawah Dewan Transisi Nasional (NTC).

Mereka juga yakin, jika Khadafy diberikan kesempatan menghadapi pengadilan, kemungkinan Mahkamah Kriminal Internasional akan memberikan keputusan hukuman penjara hanya beberapa tahun.

Khadafy ditangkap di kota kelahirannya, Sirte, Kamis (20/10/2011), dalam rangka perburuan terhadap pemimpin yang dalam delapan bulan terakhir telah menewaskan 22.000 warga yang menuntut demokrasi di Libya lewat pasukannya.

Gambar video memperlihatkan jenazah Khadafy yang penuh darah, yang tidak dihargai khalayak, yang memperlihatkan rasa berang terhadap almarhum pemimpin mereka.

Warga tidak memedulikan cara kematiannya, yang dicurigai ditembak oleh pasukan NTC. Pihak NTC membantah bahwa Khadafy mati ditembak pasukan NTC.

Ketika warga ditanya, apakah Khadafy tidak lebih baik diadili, Abdulatid, seorang pilot, mengatakan, ”Apa yang akan dia katakan terhadap para ibu yang anak- anaknya telah dia bunuh dan juga kepada para perempuan korban pemerkosaan?”

Ia menambahkan, ”Jika diberikan kesempatan menghadiri pengadilan, dia akan bisa hidup mewah di Swiss dan kemungkinan dia akan diberi hukuman 10 tahun pertama. Jadi, dia lebih baik tiada.”

Warga Libya sangat paham soal kemewahan yang dimiliki Khadafy dan keluarganya. Sebagian aset negara, yang dikuasai keluarga Khadafy, juga disimpan di Swiss.

Menolak penyelidikan

Perserikatan Bangsa-Bangsa meminta agar cara kematian Khadafy diusut. Amerika Serikat secara formal juga menuntut pengusutan kematian Khadafy.

Warga tak menghiraukan seruan itu. ”Anda tahu, lebih bagus dia sudah tiada. Anda ingin tahu mengapa? Karena dia masih punya penolong dan para penolong itu akan melanjutkan penyerangan terhadap kami,” kata Mohammad, seorang pilot.

Warga di Misrata amat membenci Khadafy karena kota tersebut paling menderita dibandingkan dengan kota mana pun di Libya selama aksi pemberontakan. Pasukan Khadafy mengepung kota itu selama berbulan-bulan dan membombardir gedung-gedung, termasuk rumah sakit, dengan artileri.

Komandan militer di Misrata juga menegaskan tidak akan ada penyelidikan atas kematian Khadafy. Namun, Ketua NTC dan Pemimpin Interim Libya Mustafa Abdel Jalil mengatakan, investigasi kematian Khadafy diselidiki setelah desakan kelompok hak asasi manusia (HAM) meminta hal itu.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Mark Toner mengatakan, NTC sedang mengupayakan penyelidikan tentang cara kematian Khadafy. ”Jelas, kami meminta penyelidikan mengenai hal itu,” kata Toner setelah kelompok HAM mendesak hal itu. Ia menambahkan, NTC harus menghargai siapa pun secara manusiawi.

Namun, diduga kuat pernyataan Toner itu hanya sebuah ucapan verbal. Masalahnya, kematian Khadafy dalam pertempuran terakhir di Sirte juga tidak lepas dari bantuan serangan udara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).

Di samping itu, kematian Khadafy juga sepertinya mendapatkan dukungan internasional. Sehari sebelumnya, Sekjen PBB Ban Ki-moon dengan jelas menyebutkan bahwa kematian Khadafy sekaligus merupakan pertanda transisi historis dalam pemerintahan baru Libya.

Penyelidikan menjadi simpang siur setelah komandan militer menolak penyelidikan. ”Tidak akan ada penyelidikan, kapan pun,” kata juru bicara Dewan Militer Misrata, Fathi al-Bashaagha. ”Tidak akan ada yang mau membuka jenazahnya.”

Ketua PBB untuk Urusan HAM Navi Pillay terus mendesak dilakukannya penyelidikan. ”Masalahnya, penyebab kematian Khadafy belum jelas,” kata Rupert Colville, juru bicara Ketua PBB untuk Urusan HAM itu. ”Harus ada penyelidikan tentang apa yang terjadi,” lanjutnya.

Claudio Cordone, Direktur Senior Amnesty International, mengatakan, Khadafy dibunuh setelah ditangkap dan tindakan itu bisa dikategorikan sebagai perbuatan kriminal dan pelakunya harus diadili.

Percakapan

Menit-menit menjelang kematian Khadafy begitu genting, penuh aksi kekerasan dan brutal, sebagaimana terdengar dalam sebuah rekaman video yang diambil lewat sebuah telepon genggam. Khadafy ditemukan hidup- hidup di luar kota Sirte, di sebuah gorong-gorong, tetapi wajahnya penuh darah. Salah seorang pejuang memaksa dia masuk ke sebuah mobil Toyota.

Khadafy terdengar mengatakan, ”Tuhan melarang hal ini.” Hal itu dia ucapkan berkali-kali. Khadafy meminta agar dia jangan ditembak mati.

”Ini Misrata, kamu dog (anjing),” kata seseorang yang membentaknya.

Khadafy menjawab, ”Apakah Anda paham soal sebuah sisi kebenaran di tengah perbuatan kesalahan.”

Pejuang NTC menjawab, ”Diam kamu.”

Setelah itu, diyakini Khadafy ditembak berkali-kali. Seorang wartawan Reuters melihat wajah Khadafy di bagian kiri bolong akibat tembakan peluru. Namun, posisi wajahnya di bagian kiri sengaja disembunyikan.

Ali Jaghdoun, pengendara ambulans yang membawa jenazah Khadafy ke Misrata, mengatakan, ”Khadafy sudah mati ketika dimasukkan ke mobil dan percuma dia diberikan pertolongan karena dia sudah wafat.”

Khadafy kemudian ditempatkan di sebuah lemari pendingin, sebuah aksi yang memperlihatkan rasa tidak hormat kepada mantan pemimpin Libya itu. Hal inilah yang memunculkan kritik dari aktivis HAM. (AP/AFP/REUTERS/MON)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com