Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Panjang Sang Kolonel

Kompas.com - 23/10/2011, 03:09 WIB

Khadafy dilaporkan sangat terguncang akibat serangan yang juga menghancurkan salah satu kediamannya dan menewaskan salah seorang anak perempuan adopsinya. Untuk itulah dia tetap mempertahankan lokasi kediamannya yang luluh lantak tersebut menjadi semacam monumen peringatan, juga dilengkapi dengan patung tangan besi yang mencengkeram pesawat tempur AS.

Seolah tak jera, Khadafy diyakini terlibat di balik aksi teror peledakan pesawat penumpang Pan Am penerbangan 103. Pesawat itu meledak dan hancur berkeping-keping saat melintas di udara kota Lockerbie, Skotlandia, pada 21 Desember 1988, yang menewaskan 270 penumpang dan kru pesawat serta warga yang tertimpa reruntuhan.

Khadafy menolak menyerahkan dua tersangka pelaku peledakan bom yang juga warga negara Libya. keduanya diyakini agen rahasia Libya. Kondisi itu memaksa Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dan sejumlah negara Barat menjatuhkan sanksi dengan mengisolasi Libya.

Sanksi itu berlangsung sekitar satu dekade dan dicabut kembali setelah tahun 1999 Libya bersedia menyerahkan dua tersangka itu untuk diadili di Skotlandia. Salah seorang dari mereka dijatuhi hukuman karena dianggap terbukti bersalah.

Selain menyerahkan kedua tersangka peledakan bom, pemerintahan Khadafy juga bersedia mengungkap program senjata kimia dan nuklirnya yang selama ini ditutup-tutupi. Kedua langkah itu kembali menghangatkan hubungan Libya dan negara-negara Barat yang sempat beku.

Revolusi melati

Pada awalnya Khadafy memang sangat percaya diri, pergolakan yang terjadi dan menjungkalkan sejumlah pemimpin diktator di kawasan Timur Tengah tidak akan sampai merambah negaranya. Ketika sejumlah peristiwa pemberontakan terjadi, Khadafy menjawab ”tantangan” tersebut dengan sangat keras.

Belakangan langkah kejam Khadafy justru semakin memperkuat perlawanan para pemberontak, yang juga dibantu negara-negara Barat, seperti AS dan negara anggota NATO. Mereka kemudian membentuk NTC Libya.

Khadafy bersikeras, para pemberontak itu adalah orang- orang yang sudah dicuci otaknya oleh Osama bin Laden dan organisasi teroris Al Qaeda. Khadafy menyebut mereka sebagai tikus yang harus dibasmi.

Akibatnya, pembunuhan besar-besaran pun terjadi dan darah tumpah di mana-mana. Libya terpecah dan perang saudara pun tak terelakkan. Sebagian memilih loyal kepada Khadafy, sementara sebagian lagi, termasuk kalangan militer, memilih balik melawan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com