Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ingin seperti Irak, Libya, dan Afganistan

Kompas.com - 21/10/2011, 03:04 WIB

Dua pejabat tinggi Barat ini mendadak mengunjungi Tripoli-Libya. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton tiba di Tripoli Selasa (18/10). Sehari sebelumnya, Senin, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague juga berkunjung ke Tripoli.

Clinton menegaskan, prioritas di Libya saat ini adalah menciptakan keamanan dan stabilitas hingga negara pasca-era Khadafy tidak terjerumus ke dalam perang saudara lagi.

Dalam konteks itu, Hillary menekankan pentingnya menyatukan milisi-milisi bersenjata di bawah komando nasional. Menlu AS itu berjanji menggelontorkan bantuan dana 40 juta dollar AS untuk mendukung program keamanan di Libya itu.

William Hague merogok kantongnya pula dengan berjanji memberi bantuan sebanyak 42 juta pound sterling untuk pembangunan ekonomi dan stabilitas di Libya.

Isu keamanan di Libya dan Afrika Utara kini menjadi isu prioritas bagi Barat dan AS, khususnya. Barat tampaknya memandang, tanpa terciptanya keamanan dan stabilitas terlebih dahulu di Libya, mustahil negara Afrika utara itu akan sukses melakukan proses peralihan dari era diktator ke era demokrasi.

Barat menyadari pula, jika dibiarkan tanpa stabilitas dan tiadanya kontrol pemerintah pusat yang memadai, Libya akan menjadi sasaran empuk Tanzim Al Qaeda Maghrib Arab (AQIM). Apalagi, mantan penguasa Libya, Moammar Khadafy, terakhir ini sering mengancam akan bekerja sama dengan AQIM untuk menyerang berbagai kepentingan Barat di Libya dan Afrika Utara.

AS rupanya banyak belajar dari pengalaman di Afganistan dan Irak yang hingga saat ini kedua negara tersebut tidak menikmati keamanan dan stabilitas.

Di Afganistan dan Irak, AS seenaknya begitu saja membentuk pemerintahan, tanpa melihat lagi sejauh mana pemerintah tersebut memiliki basis massa luas di akar rumput. Hasilnya, lahir pemerintahan lemah, bahkan ibarat pemerintah boneka di Baghdad dan Kabul yang sangat bergantung pada AS.

Barat kini merasa punya tanggung jawab besar agar skenario Irak dan Afganistan tidak terulang di Libya. Barat tentu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di Libya lantaran campur tangannya yang kuat lewat NATO dalam menumbangkan rezim Khadafy.

Sedangkan perkembangan terakhir di Libya tidak selalu mengarah ke jalan positif. Pertarungan antara kubu Islamis dan nasionalis untuk memperebutkan kue kekuasaan, cukup mewarnai dan sekaligus mencemaskan Libya pasca era Khadafy.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com