Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruh Migran Masih Dihantui Hukuman Mati

Kompas.com - 10/10/2011, 22:51 WIB
Iwan Santosa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Human Rights Working Group (HRWG) mencemaskan nasib buruh migran Indonesia yang masih dihantui hukuman mati di mancanegara.

Koordinator Indonesia HRWG Khoirul Anam dalam peringatan Hari Internasional Penghapusan Hukuman Mati, Senin (10/10/2011), di Jakarta, mendesak Pemerintah Indonesia mengevaluasi total kebijakan nasional tentang hukuman mati sebagai bentuk pemidanaan yang saat ini tersebar di sejumlah peraturan perundang-undangan.

HRWG menilai, praktik hukuman mati yang masih berlaku di Indonesia saat ini ikut berkontribusi menghambat diplomasi Indonesia untuk secara total mengupayakan pembebasan hukuman mati terhadap banyaknya buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara tempat bekerja. "Bagaimana mungkin pemerintah bisa menjalankan total diplomasi untuk pembebasan buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati jika di dalam negeri saja banyak warga negara Indonesia yang dihukum mati," tutur Khoirul.

Menurut Khoirul, terdapat beberapa penyebab lainnya yang melemahkan diplomasi Indonesia terhadap pembebasan hukuman mati terhadap buruh migran Indonesia, yaitu persoalan lemahnya sistem perlindungan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri. Di samping itu, lemahnya politik hak asasi manusia dalam konteks buruh migran.

Khoirul menerangkan, persoalan hukuman mati yang menimpa buruh migran Indonesia merupakan akibat dari buruknya sistem perlindungan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang mencakup koordinasi antarlembaga, sejak di dalam negeri, di luar negeri, sampai kepulangan kembali ke Indonesia.

"Salah satu kelemahan Undang-Undang tentang PPTKILN ini adalah tidak adanya mekanisme bantuan hukum terhadap buruh migran Indonesia yang menghadapi permasalahan hukum di negara tempat bekerja. Sangat disayangkan UU ini tidak mengatur langsung tentang mekanisme bantuan hukum dan hanya memandatkan untuk membuat sebuah Peraturan Pemerintah tentang Bantuan Hukum. Namun, sayangnya sampai saat ini peraturan pemerintah tersebut tidak pernah ada," papar Khoirul.

Kurangnya perlindungan TKI juga disebabkan oleh lemahnya politik HAM Indonesia untuk menjadi negara pihak yang meratifikasi Konvensi PBB tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya.

"Indonesia sebagai salah satu negara asal buruh migran terbesar seharusnya terlibat aktif sebagaimana negara asal lainnya dalam meratifikasi konvensi ini. Dengan meratifikasi konvensi ini, dipastikan Indonesia mempunyai alat diplomasi ketika berhadapan dengan negara-negara tujuan buruh migran," kata Khoirul.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpopuler

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com