Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Cari Kambing Hitam

Kompas.com - 28/09/2011, 02:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Beberapa tokoh masyarakat di Pakistan mencurigai motif sebenarnya di balik tuduhan dan ultimatum AS bahwa Pakistan harus segera menindak jaringan Haqqani. Pemerintahan Presiden Barack Obama diduga panik menjelang pemilu AS tahun depan dan batas waktu penarikan pasukan dari Afganistan pada tahun 2014.

Mantan Presiden dan Ketua Senat Pakistan Wasim Sajjad mengatakan, perang di Afganistan makin tak populer di mata rakyat AS. Setelah 10 tahun perang itu berlangsung, pasukan AS dan sekutunya tak kunjung bisa memberantas seluruh kelompok teroris.

”Mereka mencoba memberantas teror sampai ke akar-akarnya di Afganistan. (Tetapi) setelah 10 tahun, aksi teror justru meningkat. AS adalah sebuah negara adidaya, tetapi mereka tak bisa mengontrol (situasi di Afganistan), dan situasi terus bertambah buruk,” tutur Sajjad dalam wawancara khusus dengan Kompas di Jakarta, Senin (26/9) malam.

Ia mengatakan, dengan pemilihan presiden AS akan digelar tahun depan dan batas waktu penarikan pasukan dari Afganistan makin dekat, para pejabat AS saat ini bingung mencari jalan keluar dari persoalan dan mencari-cari alasan untuk menutupi kebuntuan situasi perang di Afganistan.

”Ini bisa saja merupakan strategi (kampanye) pemilu karena mereka (AS) akan menggelar pemilu tahun depan. Bisa juga mereka sekadar cari-cari alasan karena perang ini telah menghabiskan (uang) triliunan dollar AS dan menewaskan banyak prajurit AS. Mereka tidak bisa mengatasi itu semua, jadi mereka menyalahkan Pakistan,” kata Sajjad, yang memimpin delegasi parlemen Pakistan dalam sidang Asian Parliamentary Assembly di Kota Solo, Jawa Tengah, pekan ini.

Pernyataan senada disampaikan Senator Maulana Muhammad Saleh Shah Qureshi, Ketua Komite Urusan Agama Senat Pakistan. Menurut Qureshi, sikap AS saat ini menunjukkan perilaku seorang manusia yang telah gagal kemudian mencoba mencari-cari kambing hitam.

”Mereka tak benar-benar meraih sukses di Afganistan, jadi untuk menutupi kegagalan itu, mereka mengalihkan perhatian (dunia) ke Pakistan dengan semua tuduhan ini,” kata Qureshi.

Segera bertindak

Di Washington, Pemerintah AS saat ini sedang mempertimbangkan untuk memasukkan jaringan Haqqani ke dalam daftar organisasi teroris dunia. Tujuh pemimpin jaringan itu telah mendapat sanksi AS sejak 2008.

Tiga orang, yakni Sangeen Zadran, Sirajuddin, dan Badruddin Haqqani, dikenai sanksi dari Departemen Luar Negeri AS. Empat orang lain, yakni Nasiruddin Haqqani, Khalil Haqqani, Ahmed Jan Wazir, dan Fazl Rabi, mendapat sanksi dari Departemen Keuangan AS.

Juru Bicara Deplu AS Mark Toner menyatakan, meski belum memasukkan jaringan Haqqani ke dalam daftar organisasi teroris asing (FTO), bukan berarti AS selama ini belum mengambil tindakan terhadap jaringan militan ini. Washington mendesak Islamabad segera melancarkan serangan besar-besaran ke kawasan Waziristan Utara di dekat perbatasan Pakistan-Afganistan, yang diduga menjadi benteng pertahanan jaringan Haqqani.

”Kami meyakini tempat persembunyian aman (seperti Waziristan Utara) ini sangat mengganggu dan menimbulkan kekhawatiran besar dan perkembangan berbahaya, baik bagi AS maupun Pakistan. Jadi, kami ingin melihat ada tindakan terhadap mereka (jaringan Haqqani),” ujar Toner.

Menanggapi desakan AS yang terus diulang-ulang ini, Sajjad mengatakan, tak semudah itu melancarkan operasi militer besar-besaran terhadap sebuah kelompok atau wilayah di Pakistan. Sajjad menggarisbawahi dua masalah utama yang harus dihadapi Pakistan untuk melakukan serangan ini.

Yang pertama, kata Sajjad, Pakistan harus punya alasan kuat untuk melancarkan serangan terhadap jaringan Haqqani. Menurut para pejabat Pakistan, hingga saat ini AS tidak mau berbagi informasi intelijen mengenai jaringan ini dengan pihak Pakistan.

”Pertama-tama, mereka harus memberi kami bukti nyata, atau petunjuk bahwa seseorang telah melakukan sesuatu. Bagilah (informasi intelijen) dengan kami,” kata Sajjad.

Kurang sumber daya

Masalah kedua bagi Pakistan, kata Sajjad, adalah kurangnya kekuatan militer yang dimiliki negara itu untuk membuka front pertempuran baru. Pakistan memang memiliki lebih dari 600.000 prajurit aktif. Akan tetapi, kata Sajjad, sebagian besar pasukan Pakistan telah dikonsentrasikan di bagian timur negara itu untuk menghadapi konflik dengan India.

Sisa pasukan Pakistan juga telah disebar untuk menghadapi masalah keamanan di berbagai wilayah Pakistan, termasuk di kawasan perbatasan dengan Afganistan. Padahal, untuk menghadapi jaringan Haqqani, yang diduga memiliki 10.000-15.000 milisi bersenjata, dibutuhkan kekuatan besar. ”Kami tak punya sumber daya untuk bertempur di beberapa front sekaligus. Pasukan kami sudah sibuk terlibat (di beberapa operasi), jadi kami tak mampu lagi menggelar operasi baru yang lebih besar,” kata Sajjad.

Menurut dia, Pakistan akan bertindak pada saat memiliki bukti-bukti yang kuat dan cukup sumber daya. ”Apa pun yang akan dilakukan, kami akan lakukan, tetapi pada saat kami yakin kami mampu melakukannya,” imbuh Pejabat Presiden Pakistan periode 1997-1998 ini.

Pekan lalu, Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Sanaullah menegaskan, opsi keterlibatan langsung militer AS untuk menyerang basis Haqqani di wilayah Pakistan sudah jelas-jelas ditolak. Intervensi militer asing untuk menyerang sasaran di wilayah Pakistan akan dianggap sebagai serangan langsung terhadap kedaulatan Pakistan. (DHF/AFP)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com