Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benahi Infrastruktur, Transmigran Sejahtera

Kompas.com - 26/09/2011, 02:31 WIB

Reny Sri Ayu

I Nyoman Masning, satu dari ratusan transmigran yang datang ke Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah (60 km timur Palu), dalam keadaan tidak punya apa-apa, tapi kemudian sukses. Datang tahun 1973, bermodal keahlian bertani, kini lelaki 60 tahun ini tidak sekadar petani, tetapi sekaligus pengusaha. Dia memiliki empat unit usaha penggilingan padi.

Dengan keberhasilannya itu, Masning tak bisa lagi disebut petani biasa. Rumahnya di Desa Astina, Kecamatan Torue, Parigi Moutong, berdiri di atas areal lebih dari 500 meter persegi dengan seluruh bangunan permanen. Di garasi tampak tiga unit mobil, satu di antaranya mobil buatan Eropa seharga Rp 300-an juta.

Lain lagi I Wayan Ariana, dokter sekaligus petani durian. Sebagai dokter, dia sudah memiliki klinik yang dilengkapi ruang rawat inap. Namun, kliniknya justru dibangun dari kesuksesannya sebagai petani durian. Duriannya tidak hanya merambah seantero Sulawesi Tengah, tetapi juga provinsi lain di Indonesia.

Di Kabupaten Parigi Moutong, tak sulit mencari orang-orang sukses seperti I Nyoman Masning atau I Wayan Ariana. Bahkan, untuk ukuran petani biasa, semua petani di daerah ini telah menggunakan traktor tangan. Secara kasat mata, rumah warga yang umumnya bangunan permanen, kendaraan yang terparkir, ruko-ruko atau pasar yang ramai, adalah salah satu bukti kesuksesan. Khusus untuk pendatang asal Bali, pura besar dan berukir indah di setiap rumah juga menjadi bukti bahwa penghuninya punya kehidupan ekonomi yang baik.

Kesuksesan para transmigran ini berdampak pada berbagai sektor. Untuk pertanian dan perkebunan, misalnya, Parigi Moutong menjadi sentra beras di Sulteng dengan produksi hingga 250.000 ton per tahun dan produktivitas rata-rata 5,4 ton per hektar. Surplus beras daerah ini mencapai lebih dari 100.000 ton setiap tahun, dan ini membuat Parigi Moutong menjadi pemasok komoditas itu hampir setengah dari 200 ton per tahun yang diadakan Bulog Sulteng. Untuk sektor perkebunan, Parigi Moutong juga merupakan salah satu sentra kakao, kelapa, dan beragam tanaman hortikultura.

Komoditas perkebunan pula yang membuat pengusaha nasional seperti Tanri Abeng datang ke Parigi Moutong pertengahan September ini. Tak sendiri, Tanri menggandeng pengusaha Yan Darmadi dan investor dari Eropa. ”Potensi kakao dan kelapa di daerah ini punya prospek cerah untuk dikembangkan. Kami berniat bekerja sama dengan petani untuk bisnis minuman air kelapa dalam kemasan serta ekspor kakao. Dari sisi produksi, jumlahnya memenuhi syarat untuk membangun pabrik,” katanya.

Keberadaan transmigran di daerah ini juga berdampak pada tumbuhnya sektor perdagangan dan jasa. Lahirnya transmigran sukses mengundang pendatang dari berbagai daerah untuk ikut meramaikan denyut nadi perekonomian. Menjadi pedagang, penyedia jasa penginapan, rumah makan, dan lainnya adalah sebagian dari usaha yang digeluti warga pendatang dan lokal yang bukan transmigran.

Tentu saja ini jadi salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja dan mengurangi pengangguran. Jumlah pengangguran di wilayah ini dalam 10 tahun terakhir berkurang dari sekitar 200.000 orang menjadi 70.000 orang tahun 2010, dari total 413.645 jiwa penduduk.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Parigi Moutong I Wayan Sariana mengakui, wilayah transmigrasi menjadi seperti gurita yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi yang berdampak positif dan memicu pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com