Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Penggali Sumur" untuk Warga Sumba

Kompas.com - 23/09/2011, 02:42 WIB

KORNELIS KEWA AMA

Nama aslinya Andre Graff, tetapi masyarakat Sumba memanggilnya ”Andre Sumur”. Warga di tempat tinggalnya, Lamboya, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur, menyapa dia Amaenudu, orang yang baik hati. Ini karena perjuangannya mengadakan sumur gali bagi warga Sumba dan Sabu Raijua.

Padahal, latar belakang Graff adalah pilot balon udara. Selama puluhan tahun ia juga memimpin perusahaan balon udara di Perancis untuk pariwisata. Dia suka menerbangkan balon udara melewati Pegunungan Alpen.

”Menjadi pilot balon udara tidak mudah, kita harus mengikuti arah angin. Terkadang kita sudah sampai di tempat tujuan, tetapi tiba-tiba dibawa angin kembali ke tempat lain. Di sini diperlukan pengetahuan aerologi, meteorologi, dan klimatologi,” kata Graff di Desa Patijala Bawa, Kecamatan Lamboya, Sumba Barat, 30 kilometer (km) sebelah utara Waikabubak, Kamis (15/9).

Tahun 1990 dan 2004, Graff mengunjungi Bali sebagai turis. Dari Bali dia menyewa perahu layar dan bersama tujuh wisatawan asing dari sejumlah negara menjelajahi beberapa pulau di Nusa Tenggara Timur (NTT), seperti Sabu Raijua, Sumba, Solor, Lembata, Alor, dan Kepulauan Riung.

”Teman-teman turis itu latar belakangnya beragam, ada yang dokter bedah, ahli planologi, dan ahli pertanian,” katanya. Sejumlah aktivitas masyarakat, budaya, dan tradisi lokal pun menjadi obyek foto mereka.

Saat itu Graff berjanji akan mengirimkan foto yang mereka buat kepada warga setempat. Jumlahnya mencapai 3.547 lembar, seberat 25 kilogram. Agustus 2004, ia memutuskan mengantar sendiri foto tersebut kepada sejumlah warga di NTT.

Juni 2005, dia singgah di Sabu Raijua dan menetap di kampung adat Ledetadu. Warga di kampung itu kesulitan air bersih. Setiap hari mereka harus berjalan 2 kilometer untuk mengambil air sumur di dataran rendah.

”Saya prihatin. Saya lalu bertemu Pastor Frans Lakner, SJ yang sudah 40 tahun mengabdi di Sabu. Dia mengajari saya bagaimana mencari air tanah, menggali sumur, dan membuat gorong-gorong dari beton agar air tak terkontaminasi lumpur. Gorong-gorong itu bertahan sampai bertahun-tahun kemudian,” katanya.

Gorong-gorong beton

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com