Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abbas, Merpati dari Galilea

Kompas.com - 20/09/2011, 06:03 WIB

Oleh: Trias Kuncahyono

Dulu, ia lebih dikenal dengan nama Abu Mazen. Kini, orang mengenalnya sebagai Mahmoud Abbas, Presiden Palestina dan Pemimpin PLO.

Tanggal 13 September 1993 di Oslo, Norwegia. Abu Mazen mewakili Palestina menandatangani perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina. Pihak Israel diwakili Shimon Peres.

Sejak saat itulah, sebutan Abu Mazen sebagai ”merpati perdamaian” Palestina semakin kerap terdengar. Sebenarnya, sebelum Perjanjian Oslo, Abu Mazen yang lahir di Safad, daerah Galilea (Tepi Barat), tahun 1935, sudah terlibat dalam pencarian perdamaian Timur Tengah.

Sejak tahun 1970-an, ia sudah aktif dalam dialog-dialog dengan berbagai kelompok Yahudi dengan tema sentral perdamaian. Dia pulalah yang mengoordinasikan proses perundingan selama Konferensi Madrid, Spanyol (1991). Bersama dengan mitranya dari Israel, Yossi Beilin, Abu Mazen pada tahun 1995 menyusun Abu Mazen-Beilin Plan, sebuah rancangan tentang status final perjanjian antara Israel dan PLO.

Kini, di markas besar PBB, New York, Mahmoud Abbas berjuang lagi untuk mewujudkan cita-cita bangsa Palestina: menjadi sebuah negara merdeka yang berdaulat. Di sidang Majelis Umum, ia akan mengusahakan diakuinya Palestina sebagai negara dan berusaha meningkatkan statusnya dari ”pengamat” (diwakili PLO) menjadi ”anggota penuh” PBB.

Mahmoud Abbas juga akan berjuang untuk memperoleh pengakuan atas batas-batas wilayah berdasarkan kondisi sebelum Perang 1967—di Tepi Barat, termasuk Jerusalem Timur yang akan dijadikan sebagai ibu kotanya, dan Gaza. Tidak mudah mewujudkan cita-cita itu, tetapi PM Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, yang dilakukan Palestina adalah sebuah keharusan, bukan sebuah pilihan.

Karena itu, Israel yang kini dalam posisi terpojok—hubungannya dengan dua negara sahabatnya, Mesir dan Turki, sedang tidak baik—semestinya mengambil kesempatan ini dan menggunakan untuk meraih keuntungan dengan mendukung Palestina. Dengan mendukung prakarsa Palestina mungkin akan membuka pintu perundingan damai dan memperteguh kemungkinan solusi dua negara—Israel dan Palestina—dan akan membebaskan Israel dari isolasi dunia. Akan tetapi, rasanya Israel tidak akan mengambil ”kesempatan” itu.

Satu hal yang perlu dicatat, apabila Palestina bisa meraih pengakuan ”negara non-anggota” di Majelis Umum, maka hal itu akan menjadi tambahan kekuatan dalam perundingan perdamaian. Tetapi, hal itu akan menghilangkan klaim historis dan moral Palestina sebagai bangsa yang tanpa negara, sebuah status yang selama ini menjadi ”senjata” mereka. Hal lain, konfliknya dengan Israel akan berubah menjadi konflik soal perbatasan, bukan lagi soal eksistensialnya. Secara hukum, PLO pun tidak bisa lagi mewakili Palestina di PBB.

Bila perjuangan Mahmoud Abbas berhasil—didukung Liga Arab, nonblok, dan beberapa negara Eropa—ia akan membawa ranting perdamaian, dari New York ke Palestina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com