Jakarta, Kompas
Dalam kesempatan itu juga dibahas mengenai pembangunan transportasi yang efisien dengan memperluas penggunaan kereta api dan bus serta membiasakan berjalan kaki dan menaiki sepeda. Lantas, dibicarakan pengembangan kawasan terpadu yang mencakup tempat tinggal, perkantoran, sekolah, dan pusat perbelanjaan.
Demikian diinformasikan oleh Juru Bicara Kementerian Perhubungan Bambang S Ervan, Jumat (16/9), dari San Fransisco, Amerika Serikat. Menteri Perhubungan Freddy Numberi dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh hadir di dalam pertemuan itu.
Pertemuan yang dihadiri oleh delegasi dari 21 negara anggota APEC itu, untuk pertama kalinya, merupakan konferensi gabungan antara para menteri transportasi dan energi. Tema pertemuan itu adalah ”Moving APEC Towards Energy-Efficient, Sustainable, Low Carbon Transport Future”. APEC mulai mencoba fokus pada efisiensi energi dalam tiap aktivitas perekonomian.
Tidak mengherankan, kata Bambang, jika salah satu poin yang dibahas adalah membuat transportasi kargo lebih efisien. Sebab selama ini, transportasi kargo menghabiskan banyak energi.
”Indonesia jelas sangat berkepentingan dengan pertemuan APEC ini karena masih sangat bergantung pada penggunaan bahan bakar minyak dalam bertransportasi. Subsidi bahan bakar untuk keperluan transportasi juga berjumlah triliunan rupiah dalam setahun,” kata Bambang.
Ahli transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata, Djoko Setijowarno, saat dihubungi, mengatakan, yang terpenting dalam pengurangan subsidi BBM adalah keberanian untuk menaikkan harga premium.
”Mungkin, terlalu banyak studi soal pengurangan BBM, yang belum ada hanyalah eksekusinya,” kata Djoko.
Dia mengatakan, harusnya subsidi BBM dicabut dan anggaran Direktorat Jenderal Perhubungan Darat dijadikan Rp 30 triliun dari Rp 2 triliun per tahun. Barulah dananya mencukupi untuk pembelian bus-bus.