Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemenangan Korban Rawagede

Kompas.com - 16/09/2011, 04:20 WIB

Oleh Hikmahanto Juwana

Kabar gembira datang dari Belanda. Pengadilan Den Haag memenangkan gugatan sembilan warga negara Indonesia yang terdiri atas tujuh janda korban, satu anak korban, dan korban Rawagede yang dikenal sebagai Tragedi Rawagede pada tahun 1947.

Pemerintah Belanda pun diharuskan membayar sejumlah ganti rugi.

Kawasan Rawagede tempat tragedi itu terjadi sekarang terletak di Desa Balongsari, Rawamerta, Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Berondongan senapan mesin tentara Belanda ketika itu menewaskan lebih dari 431 jiwa.

Dalam sejarah di Belanda, ini pertama kali gugatan serupa dimenangkan oleh pengadilan setempat. Belum diketahui apakah Pemerintah Belanda akan naik banding atas putusan ini.

Positif

Ada sejumlah hal positif dari dimenangkannya perkara di Den Haag tersebut. Pertama, argumentasi dari pengacara Pemerintah Belanda bahwa gugatan ini telah kedaluwarsa ternyata ditolak oleh majelis hakim. Majelis berpendapat, gugatan terhadap kekejaman kejahatan perang tidak dapat dijadikan dasar untuk menghindar dari kewajiban memberi kompensasi.

Kedua, gugatan secara perdata ini dimenangkan tanpa membuktikan adanya kekejaman kejahatan perang (war crime) terlebih dahulu. Biasanya gugatan perdata hanya bisa dilakukan dan berhasil apabila telah terbukti adanya kekejaman kejahatan perang yang diputus oleh pengadilan.

Ketiga, gugatan perdata ini mengindikasikan negara yang menjajah tidak bisa sekadar menyelesaikan kekejaman kejahatan perang secara bilateral dengan negara yang dijajah. Bahkan, sekadar kompensasi yang diberikan kepada negara yang dijajah, seperti pampasan perang, dianggap tidak memadai.

Para korban dan keluarga korban—melalui putusan Pengadilan Den Haag—diberi kesempatan untuk menggugat pemerintah dari pelaku kekejaman kejahatan perang. Mereka pun berhak atas kompensasi.

Pelaku yang merepresentasikan negaranya, meski melakukan tindakan yang tidak dapat dibenarkan oleh negaranya, ternyata tetap mengharuskan negara tersebut memberi kompensasi kepada korban.

Terakhir, hal positif lainnya adalah dalam konteks Indonesia sebagai negara. Peristiwa kekejaman kejahatan perang memiliki dasar hukum yang tidak sekadar ungkapan sejarah.

Apa yang telah diputus oleh Pengadilan Den Haag berarti membuka kesempatan bagi peristiwa lain dari kekejaman kejahatan perang untuk dimajukan ke persidangan.

Ada sejumlah peristiwa di mana warga Indonesia mengalami kekejaman kejahatan perang. Peristiwa seperti pembantaian oleh Westerling di Sulawesi Selatan sangat mungkin dibawa ke pengadilan di Belanda. Korban, jika masih hidup, ataupun keluarganya dapat melakukan gugatan serupa dengan perkara di Rawagede.

Demikian pula dengan kekejaman kejahatan perang oleh tentara Jepang, termasuk para wanita yang dijadikan wanita penghibur dan pelampiasan kebutuhan seksual (jugun ianfu).

Para wanita penghibur tersebut telah berupaya mendapatkan kompensasi—sebagaimana korban dan keluarga Rawagede—di Jepang. Akan tetapi, sayangnya, hingga hari ini belum menunjukkan hasil.

Keberhasilan

Mencermati keberhasilan gugatan dari para penggugat Rawagede, ada sejumlah faktor yang menunjang keberhasilan gugatan. Paling tidak ada tiga faktor.

Faktor pertama, soal bukti. Ada dua kategori bukti. Pertama, bukti bahwa peristiwa kekejaman memang ada. Kedua, bukti bahwa korban memang berada dalam peristiwa kekejaman dan menjadi korban, baik yang mengalami luka maupun kematian.

Faktor kedua, pengacara yang serius dan tekun mendampingi para korban dan keluarga korban. Pengacara setempat telah mampu mengumpulkan berbagai bukti serta membangun argumentasi berdasarkan riset dalam menyusun gugatan.

Terakhir adalah faktor Kedutaan Besar Indonesia yang memfasilitasi korban ataupun keluarga korban dalam proses beracara. Peran pihak kedutaan tentunya tidak harus ditafsirkan dalam posisi berhadap-hadapan dengan pemerintah setempat. Peran Kedutaan Besar Indonesia adalah memfasilitasi warga negaranya yang sedang melakukan proses hukum di negeri orang.

Putusan Pengadilan Den Haag telah menjadi tonggak bagi para korban kekejaman kejahatan perang di Indonesia. Mereka telah mendapat keadilan meski kebanyakan tidak dapat merasakannya karena telah terlebih dahulu meninggal dunia.

Hikmahanto Juwana Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com