Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang Tragedi 9/11

Kompas.com - 09/09/2011, 04:59 WIB

Beverly Eckert mungkin sedikit lebih beruntung dibandingkan kebanyakan anggota keluarga korban tragedi serangan teroris 9/11 ke World Trade Center, New York, Amerika Serikat, satu dekade lalu. Walau hanya beberapa menit, dia sempat berbincang melalui telepon sebelum ajal menjemput sang suami.

Masih lekat dalam ingatan Beverly, betapa gembiranya dia saat menerima panggilan telepon sang suami, Sean Rooney, sekitar pukul 09.30 hari itu.

”Tetapi, dia kemudian bilang masih berada di ruang kerjanya di lantai 105. Saya langsung sadar, dia tak akan pernah bisa pulang ke rumah,” ujar Beverly.

Sang suami dan dirinya sempat berbicara melalui telepon selama beberapa menit.

Rooney, menurut Beverly, berkali-kali bilang sangat mencintainya. Sejurus kemudian, Beverly mendengar suara ledakan disusul gemuruh bangunan runtuh perlahan.

”Saya terus memanggil namanya. Tak ada jawaban. Sambungan telepon terputus. Saya terduduk lemas di lantai rumah sambil menggenggam telepon dalam dekapan,” ujar Beverly.

Lebih banyak lagi anggota keluarga korban tragedi 9/11 yang tak punya kesempatan untuk mengucap salam perpisahan. Jangankan bertukar pesan terakhir, mereka bahkan tak bisa mengidentifikasi sisa-sisa jasad anggota keluarga mereka.

Tidak hanya mereka yang terjebak di dalam gedung, penumpang pesawat yang dipakai para teroris meledakkan gedung WTC dan sejumlah target lain pun diketahui berusaha mengontak untuk mengabarkan kondisi mereka.

Hal itu dilakukan Betty Ong, pramugari American Flight 11 dari Boston. Ong mencoba menelepon petugas darat dan memberi tahu kondisi terakhir di dalam pesawat.

Menurut Ong, dua kru pesawat ditikam, sementara dirinya dan kru lain tak bisa mengontak pilot di kokpit. Ong yakin pesawat sedang dibajak.

Tidak lebih dari setengah jam kemudian, pesawat yang diawaki Ong berubah menjadi bola api besar begitu ditabrakkan oleh teroris ke menara utara gedung WTC.

Wanita debu

Kisah tragis lain juga muncul dari mereka yang berhasil selamat dari tragedi dunia itu. Marcy Borders berjuang selama 10 tahun mengatasi depresi berat yang dialaminya pasca-kejadian mengerikan itu.

Akibat depresi berat, Marcy menjadi pencandu obat terlarang. Dia bahkan semakin menderita ketika dua anaknya dijauhkan dari dirinya.

Foto Marcy, karya seorang fotografer AFP, Stan Honda, menjadi salah satu ikon dari tragedi itu.

Dalam foto itu, Marcy yang tampak sangat ketakutan berdiri dalam kondisi seluruh tubuh diselimuti debu tebal dan mencoba lari menyelamatkan diri dari dalam gedung sebelum runtuh.

Ketika itu Marcy baru sebulan diterima bekerja di salah satu cabang Bank of America, yang berkantor di gedung WTC. Dia berhasil keluar dengan selamat, tetapi menderita secara psikologis dalam waktu lama.

Keadaan berubah membaik terutama setelah pasukan khusus militer AS, Navy Seals, berhasil menembak mati pentolan Al Qaeda, Osama bin Laden, yang dianggap otak di balik kejadian dramatis itu.

”Tuhan akhirnya menghilangkan ketakutan terbesar saya, Osama bin Laden. Saya sering mimpi buruk tentang dia mengebom rumah saya. Jiwa saya seolah ikut hancur beserta runtuhnya gedung itu,” ujarnya.

Sejak kejadian traumatis itu, Marcy kehilangan kendali atas dirinya. Dia tak lagi punya keinginan hidup normal. Dia selalu panik setiap kali melihat pesawat terbang lewat.

Tak lama, dia pun akrab dengan obat terlarang, seperti ganja dan kokain. Dia memang ingin mengakhiri hidupnya.

Baru pertengahan April lalu, dia tersadar dan mau masuk panti rehabilitasi ketergantungan obat. Sekarang dia sudah kembali berkumpul dengan kedua anaknya, Noelle (18) dan Zay-den (3), menjalani kehidupan barunya.

(AFP/NEW YORK POST/DWA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com