Jakarta, Kompas
Imbauan itu disampaikan Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar, dan mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus meninggalnya Munir, Hendardi, secara terpisah di Jakarta, Kamis (8/9).
Munir dibunuh dengan racun dalam penerbangan pesawat GA 974, 7 September 2004. Meski Pollycarpus Budihari Priyanto dan Indra Setiawan dari Garuda dipenjarakan karena kasus ini, bagian inti kasus ini masih misteri. Belum dikuak siapa sebenarnya auktor intelektualis yang terlibat dalam pembunuhan itu.
Hendardi mengatakan, setelah menghukum aktor-aktor pendukung, pengusutan kasus ini harus diteruskan untuk menjerat auktor intelektualisnya. Jika tidak, Presiden dapat dinilai gagal memenuhi janjinya.
Namun, kata Poengky Indarti, setelah mendapat laporan TPF, Presiden justru tidak membuka kasus ini kepada publik, tetapi menyerahkan kepada bawahannya. Padahal, dalam laporan itu diduga ada keterlibatan pihak- pihak tertentu dalam lingkungan Badan Intelijen Negara.
”Ini ironis mengingat pada awal pemerintahannya Presiden Yudhoyono berjanji mengungkap kasus ini sebagai the test of our history,” katanya.
Justru yang terjadi, ketika sejumlah orang berunjuk rasa memperingati kematian Munir di depan Istana, Rabu (7/9), mereka mendapat tindakan kekerasan dari sejumlah aparat kepolisian dan Paspampres yang berjaga. Belasan pengunjuk rasa mengalami memar akibat dipukul aparat. Aktivis HAM Usman Hamid bahkan dicekik dan dipukul seorang tentara.
Kontras pun mengirim surat protes ke Istana Kepresidenan, Kamis kemarin.