Tokyo, Minggu -
Kuatnya dukungan publik itu terungkap dari jajak pendapat di media Jepang, Minggu (4/9). Fakta itu sekaligus memperlihatkan adanya perbedaan yang tajam dengan pendahulunya, Naoto Kan. Dukungan atas Kan turun hingga di bawah 20 persen setelah kebuntuan politik karena konflik internal Partai Demokrat, partai berkuasa, dan perpecahan di parlemen, di mana oposisi mengontrol dewan.
Jajak pendapat oleh tiga surat kabar utama Jepang, yakni
Noda, terpilih pada 29 Agustus, adalah PM Jepang yang keenam dalam kurun waktu lima tahun. Kondisi perpolitikan Jepang dalam kurun waktu itu sepertinya licin sehingga pemimpin yang tidak mampu mengendalikan situasi, baik politik maupun ekonomi, akan cepat tergelincir.
Kan, misalnya, tidak sanggup mengatasi dengan baik bencana gempa bumi dan tsunami yang diikuti bencana nuklir. Sebaliknya, Noda, ketika masih berada dalam kabinet Kan sebagai Menteri Keuangan, sudah menunjukkan sikap yang berseberangan dengan atasannya itu.
Kebijakan nuklir Kan dinilai tidak berpihak pada keselamatan warga dan lingkungan hidup lainnya. Dia berjanji melakukan reformasi fiskal untuk mengendalikan utang publik yang amat besar, tetapi tetap terarah pada pertumbuhan ekonomi nasional. Hal yang paling dirisaukan oleh publik, tentang radiasi energi nuklir, dijawabnya dengan program atau kebijakan energi baru.
Selain krisis nuklir berkepanjangan dan utang publik yang membengkak, Noda ingin mengendalikan yen agar terus menguat. Dia menetapkan anggaran tambahan ketiga untuk dana rekonstruksi Jepang agar pulih dari dampak buruk bencana gempa dan tsunami pada Maret lalu.
PM baru yang juga Ketua Partai Demokrat Liberal itu berencana membentuk dewan strategis nasional. Para menteri kabinetnya, bank sentral, pebisnis, serta serikat buruh duduk bersama membahas isu-isu utama, seperti pajak, reformasi jaminan sosial, dan anggaran negara.
Melalui Dewan, Noda dan Gubernur Bank Jepang Masaaki Shirakawa bisa lebih fleksibel merespons masalah ekonomi dan menjaga independensi bank sentral.