Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duka Lara Gadis Algojo Khadafy

Kompas.com - 29/08/2011, 13:28 WIB

"Saya di rumah sakit Matiga," kata Nisreen kepadanya. "Tolong, tolong datang dan jemput saya." Dia mengernyit dan berjuang melawan hambatan pada pergelangan kakinya. "Tetap diam. Jangan katakan apa pun pada mereka," begitu terdengar suara ibu tirnya di ujung telepon. Akhirnya ibu tiri dan saudara Nisreen muncul. Namun mereka hanya tengok sebentar. Mereka tidak tampak terkejut ketika melihat ada penjaga remaja bersenjata di pintu.

Nisreen dirawat Dr Rabia Gajum, seorang psikolog anak Libya yang bekerja sukarela di rumah sakit Matiga itu. "Nisreen itu korban juga," katanya. "Kakaknya mengatakan kepada saya bahwa keluarganya mencoba untuk mengluarkannya dari markas Brigade 77, tetapi diancam tentara. Semua gadis di Garda Rakyat diperkosa. Para pria secara seksual menyerang mereka dan kemudian melatih mereka menggunakan senjata. Kami punya empat perempuan di sini sebagai pasien, semua dilatih sebagai penembak jitu seperti Nisreen. Kami beri mereka perawatan medis. Setelah itu menjadi masalah pemerintah baru tentang apa yang harus dilakukan terhadap mereka." 

Dia menambahkan, "Nisreen mengalami cedera panggul dan mengalami luka parah. Dia membutuhkan istirahat panjang di tempat tidur dan konseling psikologis. "Apa yang kami akan katakan kepada orangtuanya, saya tidak tahu. Ibunya mendapat pengobatan untuk kanker tenggorokan di Tunisia. Ayahnya sakit dan berada di kursi roda dan tidak tahu apa yang telah terjadi."

Menurut Daily Mail, dokumen-dokumen pribadi yang ditemukan di markas Brigade 77 membuktikan bahwa Nisreen memang berada ada di sana dan dokumen-dokumen itu mendukung banyak detail yang ia ungkapkan. Namun satu-satunya bukti kekejaman di mana ia terlibat hanya datang dari bibirnya sendiri, karena distrik Bosleem masih belum diamankan pemberontak.

Mata Nisreen indah tetapi tatapannya benar-benar kosong. Mungkin karena pengaruh shock atau obat penghilang rasa sakit atau keduanya. Namun setidaknya dia masih hidup.

Di seberang kota itu, di rumah sakit di kawasan Abu Salim, tempat horor terjadi pada akhir pekan ini, sejumlah mayat ditinggalkan membusuk di bawah sinar matahari. Orang harus mengenakan respirator sebagai satu-satunya cara untuk bisa bertahan saat berjalan di antara orang-orang mati itu. Di antara mayat-mayat yang membusuk dan penuh lalat itu terdapat sejumlah kartu identitas. Dua dari mereka diketahui bernama Mahaamat Cherif (21 tahun) dari Chad dan Saidou Massatchi (31 tahun) dari Niger. Mereka tidak akan pulang ke rumah. Tidak seperti Nisreen, mereka bahkan tidak bisa menjelaskan mengapa mereka berjuang untuk Khadafy.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com