Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengebom Lockerbie Koma

Kompas.com - 29/08/2011, 10:31 WIB

KOMPAS.com — Di tengah masih berkecamuknya aksi kekerasan terkait pelengseran pemimpin Libya Moammar Khadafy, terpidana pengebom Lockerbie, Abdel Baset Ali al-Megrahi, ditemukan dalam keadaan koma di Tripoli. Al-Megrahi tengah dalam perawatan oleh keluarganya. Kini, sebagaimana warta AP dan AFP pada Senin (29/8/2011), ia sangat tergantung pada tabung oksigen dan infus. "Keluarga hanya memberi dia oksigen. Tak ada pula yang memberi kami saran," kata putra al-Megrahi, Khaled.

Khaled juga mengatakan, pihak keluarga tak bisa menghubungi dokter. "Kami tak punya telepon untuk menghubungi siapa pun," imbuh Khaled.

Al-Megrahi adalah satu-satunya yang dinyatakan bersalah lewat pengadilan sehubungan dengan pengeboman pesawat Pan Am di atas Lockerbie, Skotlandia, pada 1988. Pada 2001 dia dijatuhi hukuman penjara di Skotlandia karena pengeboman yang menewaskan 270 orang tersebut.

Namun, dia dibebaskan dari tahanan Skotlandia delapan tahun kemudian atau pada 2009 dengan alasan kesehatan. Lantaran pembebasan itu, memang muncul seruan agar dikembalikan ke tahanan di Inggris atau menghadapi pengadilan di Amerika Serikat.

Akan tetapi, pemimpin kelompok oposisi yang saat ini menguasai sebagian besar ibu kota Tirpoli mengatakan tidak ingin mengekstradisinya.

Para pejabat Skotlandia sudah berupaya menghubungi dia setelah kelompok oposisi menguasai sebagian besar Tripoli.

Spekulasi

Secara resmi, al-Megrahi masih tetap merupakan tahanan Skotlandia yang dibebaskan dan berstatus tahanan rumah. Makanya, ia harus melakukan kontak secara teratur dengan dewan kota East Renfrewshire, Skolandia.

Sebelumnya, pada Jumat (26/8/2011), Pemerintah Skotlandia mengatakan, jadwal waktunya untuk menghubungi pihak berwenang memang belum jatuh tempo. Tetapi, pihak East Renfrewshire yang mengambil prakarsa untuk melakukan kontak.

Setelah munculnya laporan CNN bahwa dia ditemukan dalam keadaan koma, dewan kota East Renfrewshire mengeluarkan pernyataan bahwa mereka melakukan kontak dengan keluarga al-Megrahi pada akhir pekan. Menurut dewan itu, al-Megrahi tidak melanggar tahanan rumah. "Spekulasi tentang al-Megrahi dalam beberapa hari ini sangat tidak membantu, tidak diperlukan, dan merupakan informasi yang salah," tulis penyataan itu.

"Seperti yang selalu dinyatakan, al-Megrahi sedang sekarat karena sakit dan menyangkut kondisi medisnya sebaiknya dibiarkan tetap pada situasi itu," menurut pernyataan itu.

"Semua perubahan dalam situasi al-Megrahi merupakan isu yang akan didiskusikan dengan Dewan Transisi Nasional sebagai pihak berwenang yang punya legitimasi di Libya," kata pernyataan itu.

Sebagian besar korban pengeboman Pan Am adalah warga Amerika Serikat. Maka dari itu, pembebasan al-Megrahi ke Libya oleh Menteri Kehakiman Skotlandia Kenny MacAskill memicu reaksi keras dari Amerika Serikat.

Mantan Duta Besar AS untuk PBB John Bolton mengatakan, al-Megrahi semestinya dijatuhi hukuman mati, tetapi beruntung dia masih bisa hidup. Bolton mengatakan, al-Megrahi seharusnya tetap berada di dalam penjara dan meminta agar diekstradisi ke AS. "Bagi saya, itu akan menjadi tanda keseriusan pemerintah kelompok oposisi dalam hubungan dengan Amerika Serikat dan Barat, jika mereka menyerahkan Megrahi untuk pengadilan," tuturnya.

"Dia membunuh 270 orang. Dia menghabiskan waktu sekitar 10 tahun di penjara sebelum dibebaskan Inggris. Jika dihitung, itu artinya dia kira-kira berada di penjara selama dua minggu untuk satu orang yang dia bunuh. Dua minggu untuk satu pembunuhan. Itu jauh dari cukup," tambah Bolton.

Sementara itu, Stephanie Bernstein—yang suaminya tewas dalam pengeboman itu—mengatakan, kematian al-Megrahi akan disesalkan keluarga korban. "Dia merupakan salah satu dari barisan panjang yang saya yakin bertanggung jawab atas pengeboman dan, jika dia mati, beberapa pengetahuan tentang apa yang terjadi akan pergi bersamanya," katanya.

Bernstein berharap pemerintahan NTC memiliki tekad untuk mengungkap yang sebenarnya terjadi di balik pengeboman Pan Am 103.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com