KOMPAS.com - Semakin kokohnya kekuatan kelompok oposisi menguasai Tripoli membuat para pemimpin negara menyerukan transisi kekuasaan damai di Libya. Para pemimpin juga menyatakan pentingnya negosiasi sekaligus menekankan kalau pemimpin Libya Moammar Khadafy harus menghadapi peradilan kriminal internasional untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Menurut warta Xinhua pada Selasa (23/8/2011), Presiden AS Barack Obama berpesan dalam pidatonya agar kelompok oposisi, andai sudah berhasil merebut kekuasaan, membangun pemerintahan baru yang damai dan menyertakan berbagai pihak. "Seluruh rakyat Libya memiliki hak untuk mendapatkan damai dan masa depan lebih baik," kata Obama.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) Anders Fogh Rasmussen mengatakan kalau rezim Khadafy sudah goyah. Makanya, ia menyerukan agar para pemimpin oposisi bisa segera menghentikan perang yang justru menyengsarakan rakyat Libya. "Sekarang waktunya membangun negara dengan dasar kemerdekaan, bebas dari rasa takut, demokrasi bukan kediktatoran sebagaimana tertulis dalam pokok-pokok Dewan Keamanan PBB," katanya.
Pada bagian berikutnya, Menteri Luar Negeri Italia Franco Frattini mengatakan Khadafy harus menyerah demi mencegah perang saudara di ibu kota Tripoli. "Sekarang waktu bagi Khadafy bernegosiasi dan mencari kemungkinan suaka politik. Ia harus menghadapi Pengadilan Kejahatan Internasional," katanya menegaskan.
Dari Inggris ada harapan agar Dewan Transisi Nasional Libya tetap mengemban amanat untuk mencegah kehancuran negara tersebut dari perang berkepanjangan.
Selanjutnya, Uni Eropa berharap agar Khadafy tak menunda waktu meninggalkan negerinya, mencari suaka. "Kelompok oposisi, kemudian, harus mengemban tanggung jawab dan melindungi warga sipil," kata pernyataan Uni Eropa.