Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Semua Orang Lari dari Tripoli

Kompas.com - 22/08/2011, 13:06 WIB

TAK ada yang bisa memprediksi seberapa cepat pasukan pemberontak Libya memasuki Tripoli. Namun, 24 jam setelah pertempuran sengit pertama pecah di Tripoli, pada Sabtu malam, tanda-tanda kejatuhan kota itu sudah terlihat.

Pertama, anak-anak dan istri-istri para pejabat rezim Moammar Khadafy bergegas mengepak barang dan meninggalkan hotel berbintang lima Rixos. Begitulah wartawan BBC, Matthew Price, melaporkan kondisi terakhir Tripoli.

Rixos merupakan tempat para wartawan asing tinggal, sesuai dengan ketentuan Pemerintah Libya. Dari sinilah mereka melaporkan konflik di negara Afrika utara itu. Selama berbulan-bulan hotel itu menjadi tempat nongkrong pemerintah. Sebuah tempat yang terlindung dan aman bagi para wartawan. Di sini pula menteri informasi Khadafy menggelar konferensi pers secara reguler.

Price melaporkan, sekarang keluarga para pejabat senior hengkang, mungkin menuju ke suatu tempat yang lebih aman. "Lalu saya memperhatikan para penerjemah yang selama ini bekerja sama dengan kami selama berbulan-bulan juga pergi. Demikian juga staf televisi negara Libya yang telah bekerja di sini sejak markas mereka dibom NATO."

Kemudian pertempuran sengit pecah di luar hotel, semakin dekat, tulis Price. Sejak Sabtu malam suara tembakan dan ledakan menggema di seluruh Tripoli. "Sekarang pertempuran itu sedang menuju ke arah kami. Selama beberapa jam senjata berat mengguncang gedung itu. Peluru berdesing di atas kepala, tampak berseliweran melalui cahaya yang memudar."

Price melaporkan, para awak media internasional berkumpul bersama. "Kami bekerja apa yang bisa kami lakukan. Baju antipeluru dipakai, rute melarikan diri ditentukan. Tidak ada rute ke pelabuhan, (karena) tidak ada perahu di sana untuk membawa kami pergi."

"Lalu koki hotel datang dan bertanya apakah kami ingin makan malam. Kami makan dalam kondisi mengenakan jaket antipeluru, helm di samping. Dan, saat menyantap hidangan buka puasa, itu dilakukan dalam hening. Senjata berat menyalak lagi, ledakan terjadi di luar hotel."

Menurut Price, pasukan pro-Khadafy mendirikan pos pemeriksaan di jalan di luar hotel. "Kami terjebak di dalam target para pemberontak."

Menteri Informasi Libya, Moussa Ibrahim, kemudian mengadakan konferensi pers, mungkin konferensi persnya yang terakhir. NATO telah menghancurkan negaranya, katanya. Dia meminta gencatan senjata. Jika tidak, akan ada korban jiwa dalam jumlah yang besar, kata Ibrahim seperti dituturkan Price.

"Di luar, di lobi hotel salah satu pria bersenjata yang masih muda berteriak kepada awak media. Kami menjauh dari dia dan senjata AK-47-nya. Di sudut lain, Dr Aguila yang tenang dan sopan, pria yang bertanggung jawab atas pers asing, berjalan melewati saya. Ia berkemeja, santai, tapi sekarang memegang pistol. Pekan lalu dia mengatakan bahwa dia siap jika diperlukan untuk berangkat ke garis depan demi membela negaranya. Terlambat pikirku," lanjut Price.

"Pada Minggu sore Moussa Ibrahim mengatakan kepada saya, 65.000 prajurit profesional dan terlatih yang setia kepada Kolonel Khadafy berada di dalam ibu kota dan siap untuk bangkit dan mempertahankan Tripoli. Apakah para pemberontak telah jatuh dalam perangkap? Mungkin saat mereka maju ke kota itu, mereka akan dikepung dan ditembaki. Tentara pro-Khadafy telah menggunakan taktik itu sebelumnya. (Namun) perlahan-lahan menjadi jelas. Lapangan Hijau, lokasi di mana minggu lalu saya berdiri sana dengan para pendukung Khadafy yang berjanji bahwa ibu kota itu tidak akan pernah bisa jatuh, sekarang berada di tangan oposisi."

Price melanjutkan, seorang putra Khadafy, yang diperkirakan akan menggantikannya, Saif al-Islam, telah ditangkap. Pos-pos pemeriksaan oposisi telah meliputi daerah yang cukup luas di Tripoli. Ibu kota Khadafy itu telah lepas dari genggamannya. "Saat saya menulis ini, masih ada pertempuran. Di luar hotel Rixos, jalan-jalan masih tidak aman. Dan orang-orang Khadafy berada di luar dengan senjata, menunggu. Kami masih tidak bisa pergi ke mana-mana. Di tempat lain saya bisa mendengar suara tembakan, bukan suara tembakan dalam perayaan, tapi dalam pertempuran."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com