Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kampanye Komodo Jalan Terus

Kompas.com - 20/08/2011, 02:53 WIB

Jakarta, Kompas - Kampanye komodo sebagai salah satu dari Tujuh Keajaiban Alam Dunia terus dilakukan oleh New 7 Wonders Foundation. Lembaga ini menggelar kontes Tujuh Keajaiban Alam Dunia di internet.

Selain voting di internet, dukungan terhadap komodo di Indonesia diperluas melalui pesan singkat (sms) di telepon genggam. Dukungan melalui SMS ini diprakarsai oleh Pendukung Pemenangan Komodo (P2Komodo).

P2Komodo adalah gerakan yang dihimpun sekelompok orang pada Juli 2011 dengan tujuan mendukung komodo sebagai satu dari Tujuh Keajaiban Alam Dunia. Inisiator P2Komodo adalah aktivis lingkungan Emmy Hafild, aktivis komunitas bike to work Nia Djamhur, pakar komunikasi sosial Liang, dan pakar hukum Susi Aliani Sulaiman.

Gerakan ini dibentuk karena sejak 2010 promosi dan kampanye komodo ke dunia internasional terhenti setelah nama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kembudpar) dicoret oleh New 7 Wonders Foundation (N7W) sebagai pendukung resmi komodo.

Ketua P2Komodo, Emmy Hafild, mengatakan, karena akses internet masyarakat Indonesia masih terbatas, pihaknya mencoba mencari dukungan lewat SMS. Oleh karena itu, pihaknya menjalin kerja sama dengan operator Telkomsel, XL, dan Indosat. Dari setiap SMS dukungan Rp 1.000, setelah dipotong biaya operasional, dana yang terkumpul akan diserahkan kepada Komodo Trust Fund untuk kampanye dan konservasi komodo.

”Kami yakin, komodo akan memenangi Tujuh Keajaiban Alam Dunia,” kata Emmy.

Keyakinan ini karena komodo (Varanus komodoensis) adalah jenis kadal terbesar yang hanya dapat ditemukan di Pulau Komodo dan pulau-pulau kecil di sekitarnya di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Komodo diperkirakan hidup sejak 40 juta sampai 25 juta tahun yang lalu di daratan Asia.

Evolusi komodo di Flores terbilang stabil. Ketika hewan lain berubah bentuk karena evolusi, bentuk komodo tak berubah. ”Karena itulah komodo dianggap sebagai keajaiban alam di dunia,” kata Emmy.

Mendaftar 2007

Komodo masuk menjadi peserta kontes New Seven Wonders of Nature pada 2007 setelah Kembudpar mendaftarkan diri ke N7W. Lembaga ini pada tahun 2000-2007 juga mengadakan kontes serupa untuk Tujuh Keajaiban Alam Baru Buatan Manusia. Pada waktu itu, pemerintah sempat dikecam karena tidak mendaftarkan Borobudur dalam kontes tersebut.

Sejak saat itu, Kembudpar gencar mengampanyekan komodo agar terpilih di ajang kontes. Biaya promosi itu, menurut Direktur Jenderal Promosi Pariwisata Sapta Nirwandar, mencapai Rp 12 miliar untuk menggelar berbagai kegiatan.

Dari 440 peserta keajaiban alam yang mendaftar, komodo berhasil masuk menjadi 28 finalis. Selain komodo, yang terpilih sebagai finalis, antara lain, Pulau Jeju (Korea), Pulau Galapagos (Ekuador), Amazon (Amerika Selatan), dan Halong Bay (Vietnam).

Kemudian pada tahun 2010 Indonesia mendapat tawaran untuk menjadi tuan rumah pembacaan pemenang Tujuh Keajaiban Alam Dunia. Biaya lisensi dan penyelenggaraan acara diperkirakan sekitar 45 juta dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 383,8 miliar.

Menurut Sapta, karena tidak ada pihak swasta yang berminat menjadi sponsor, Indonesia akhirnya mengurungkan niatnya untuk menjadi tuan rumah.

Pembatalan ini memicu konflik dengan N7W sehingga nama Kembudpar dicoret sebagai pendukung resmi kampanye komodo sejak tahun 2010.

”Jadi sejak 2010, komodo ini tidak ada yang mendukung. Karena komodo itu tidak bisa bicara, kamilah yang mewakilinya berbicara seperti diakui oleh Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009,” ungkap Emmy.

Menurut Emmy, sejak masuk menjadi 28 finalis, jumlah wisatawan ke Pulau Komodo melonjak drastis. Karena itu, dengan uang yang diperoleh dari voting SMS, P2Komodo akan membuat program perlindungan untuk Komodo. (IND)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com