Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Alasan Ekspatriat Suka Singapura

Kompas.com - 08/08/2011, 16:15 WIB

KETIKA orang memilih tinggal di Singapura ketimbang di negara-negara lain di Asia Tenggara, orang harus sadar bahwa ada resiko biaya yang harus ditanggung. Survei Mercer Cost of Living baru-baru ini menempatkan Singapura sebagai kota kedelapan dunia yang paling mahal dalam hal biaya hidup. Di Asia, Singapura merupakan kota paling mahal ketiga, di belakang Tokyo dan Osaka. Hong Kong berada di depan Singapura.

Lalu, mengapa banyak orang asing memilih tinggal di Singapura dalam jangka panjang? Aimee Chan, seorang editor dan penulis Australia yang berbasis di Singapura, menulis untuk CNN, Senin (8/8/2011), bahwa ada setidaknya lima alasan orang asing atau ekspatriat senang tinggal di Singapura. Kemudahan gaya hidup dengan pilihan adanya pekerja rumah tangga, faktor keamanan, standar pendidikan tinggi, dan faktor multi-budaya tampaknya menjadi tema umum. Satu hal lagi, mereka juga cinta kota itu karena cuacanya.

"Singapura nyaman dengan keragaman"

Great Victoria dipindahkan kantornya dari Inggris ke Singapura pada 2003. Di sini ia bertemu pria Portugis yang kemudian jadi suaminya. Mereka kini dikarunia seorang putri. Secara kebetulan dua saudara perempuannya juga tinggal di sini, serta banyak keluarga besarnya. Tahun lalu dia memutuskan untuk menjadi penduduk tetap.

"Singapura adalah tempat yang beradab untuk hidup," katanya. "Ini tempat yang bagus bagi kami untuk menjalankan karier ganda dengan banyak kesempatan kerja. Sebagai seorang ibu yang bekerja, saya sangat menghargai bahwa saya dapat memiliki pekerja rumah tangga penuh waktu untuk merawat anak saya dan mendukung dalam menjalankan rumah tangga. Singapura tempat yang tepat untuk membangun keluarga: aman, bersih, beragam, dan dengan pilihan yang sangat baik untuk sekolah."

Ia melanjutkan, "Saya menemukan kebanyakan orang (ekspatriat) di Singapura sangat ramah karena kebanyakan telah melalui pengalaman yang sama, dipindahkan untuk bekerja dan tidak memiliki jaringan pertemanan atau keluarga yang kuat. Orang Singapura umumnya sangat nyaman dengan keragaman dan sangat menyambut baik orang asing. Jika Anda menanyakan arah di jalan, mereka selalu mengarahkan. Ukuran saya untuk keramahan adalah sopir taksi. Saya punya sejumlah percakapan menarik dengan mereka karena mereka sering bercakap-cakap dan menaruh minat asal saya."

"Singapura lebih santai dari Korea"

Lee Sujin dan anak pertamanya datang ke Singapura dari Korea lebih dari tiga tahun lalu ketika suaminya, Byung Kwon, dipindahkan. Dia telah melahirkan seorang anak lagi dan mereka ingin berada di sini setidaknya lima tahun lagi.

"Singapura lebih aman dan lebih santai ketimbang Korea," kata Lee. "Di Singapura anak-anak saya dapat mengalami pendidikan yang baik dan belajar bahasa Inggris dan Mandarin. Pekerjaan dan kehidupan di sini seimbang (itu baik untuk suami saya) dibandingkan di Korea. Di Singapura, beban kerja dan budaya perusahaan sama sekali berbeda."

"Di Korea orang stres karena pekerjaan banyak, sangat kompetitif dan hirarkis. Di sana, Byung Kwon dulu pulang kerja sekitar pukul 22.30, jadi dia tidak punya waktu untuk keluarga dan dirinya sendiri. Dia sekarang menghabiskan lebih banyak waktu dengan kami dan menikmati hobi sendiri. Ini sangat bagus. Kebanyakan ibu-ibu Korea bahkan mengatakan pendidikan di Singapura jauh lebih kurang stresnya daripada di Korea."

"Singapura kota yang lebih aman"

Nicole Beath, warga Australia, telah berada di Singapura lebih dari 10 tahun dan telah menjadi penduduk tetap Singapura selama sembilan tahun. Dia dan suaminya baru saja membeli sebuah rumah dan si bungsu dari tiga orang anak mereka lahir di sini. Mereka berencana untuk tinggal di Singapura setidaknya lima tahun lagi.

"Kami senang Singapura merupakan kota yang lebih aman daripada kota-kota kebanyakan," katanya. "Karena hukum terkait narkotika yang ketat, tampaknya tidak akan ada paparan narkotika di sekolah. Anda membaca tentang anak-anak usia 10 tahun yang menjual narkotika di beberapa sekolah di Sydney. Ini sesuatu yang kami lihat tidak terjadi di sini. Ada pemahaman yang jelas bahwa setiap anak yang tertangkap membawa obat-obatan akan diusir dan dipulangkan ke negara asal mereka (sebuah kontrak yang sering ditandatangani pada saat mendaftarkan anak Anda di sekolah internasional di sini)."

"Putri kami yang berusia 12 dan 14 tahun menghargai bahwa mereka punya lebih banyak kebebasan di sini daripada yang mereka dapatkan di Sydney. Anda mendengar tentang penculikan dan kekerasan lebih sering terjadi di sana. Orang sering berkomentar bahwa ada begitu banyak hukum yang ketat di Singapura, tetapi kami melihat manfaatnya. Di sini, kami merasa nyaman dengan anak-anak kami menggunakan transportasi umum pada malam hari dan pergi bersama teman-teman di sebuah pusat perbelanjaan bahkan setelah gelap."

"Anak-anak saya tidak melihat perbedaan antara mereka dan anak-anak lokal"

Danya Goll dan suaminya meninggalkan Australia sembilan tahun lalu. Semua anak mereka, tiga orang, lahir di sini. Mereka tidak berencana untuk meninggalkan Singapura sampai anak tertua mereka siap untuk masuk sekolah menengah.

"Saya pikir standar pendidikan untuk anak-anak sangat top dan saya senang dengan sekolah penitipan anak-anak saya," katanya. Teman-teman saya di Sydney hanya punya pilihan penitipan anak-anak di bawah tiga tahun. (Di sini) dari usia 18 bulan, anak-anak saya belajar berdasarkan sebuah kurikulum. Anak saya yang empat tahun sekarang dapat membaca dan menulis dalam bahasa Inggris dan Mandarin."

"Sangat aman di sini. Kondominium kami penuh dengan anak-anak seusia anak-anak kami sehingga mereka hanya perlu berlari keluar pintu untuk menemukan seseorang untuk bermain. Kejahatan di Sydney jauh lebih tinggi. Tidak mungkin Anda akan membiarkan anak-anak Anda berkeliaran di jalan pinggiran kota. Hal yang hebat adalah bahwa anak-anak saya tidak melihat perbedaan antara mereka dan anak-anak lokal yang menjadi teman main mereka."

"Singapura tempat saya merasa paling betah"

Pada 1995 warga Italia, De Beppe Vito, meninggalkan London untuk penugasan di Singapura. Sekarang ia, yang menjabat sebagai direktur dari tiga restoran, telah menjadi penduduk permanen, dan menikah dengan warga Singapura serta memiliki dua putra. Dia berniat untuk tinggal permanen di Singapura.

"Singapura adalah tempat saya merasa paling betah, istri dan anak-anak warga Singapura dan saya sudah tinggal di sini selama 15 tahun," katanya. "Segala sesuatu yang mungkin Anda butuhkan selalu mudah diakses; layanan, kenyamanan, (tidak seperti tempat lain di dunia), di sini saya memiliki jaminan keselamatan untuk keluarga saya."

"Kedua anak saya akan memberitahu Anda bahwa mereka orang Singapura. Mereka berdua juga memegang paspor Singapura. Marco, putra saya yang berusia tujuh tahun, berbicara Singlish dan kami tidak memasukan dia ke sebuah sekolah internasional. Jika kami berniat untuk pergi dari Singapura, kami akan mendaftarkannya ke sebuah sekolah internasional. Tetapi karena Singapura adalah rumah kami untuk jangka panjang, kami merasa akan lebih baik baginya untuk mengalami sistem sekolah Singapura.

"Akhirnya dua anak laki-laki saya juga pergi ke National Service, dan itu tidak akan membantu jika mereka menghabiskan masa perkembangan mereka di antara anak-anak ekspatriat. Mereka mungkin terlalu muda untuk menyadari hal itu, tetapi ini rumah mereka dan mereka mencintainya. Marco, terutama, sangat bangga akan Singapura. Setiap kali kami bepergian, dia selalu memberitahu orang-orang bahwa ia warga Singapura. Bahkan dalam perjalanan kami untuk mengunjungi keluarga saya di Italia, ia menyebut hal itu sebagai bepergian jauh dari Singapura ketimbang perjalanan kembali ke 'rumah' di Italia."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com