JAKARTA, KOMPAS.com — Kepolisian tengah mencoba mengumpulkan para tokoh adat untuk menghentikan pertikaian antardua kelompok di wilayah Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua. Pasalnya, aturan adat dapat memicu kembali bentrokan.
"Karena adat di sana kalau ada mati satu dibalas satu. Dengan perdamaian adat mudah-mudahan tidak saling serang," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2011).
Anton mengatakan, meski demikian, penyelesaian adat tidak menghentikan proses hukum. Kepolisian di Papua dibantu penyidik dari Bareskrim Polri, kata dia, tengah mengusut kasus itu untuk mencari pihak-pihak yang bertanggung jawab atas tewasnya 19 orang.
"Sudah delapan saksi diperiksa. Nanti akan berkembang. Kita tunggu saja," kata Anton.
Anton menambahkan, pihaknya belum menetapkan tersangka dalam kasus itu. Ketika ditanya mengapa belum ada tersangka padahal sudah empat hari pascabentrokan, Anton menjawab," Kami juga ingin cepat selesai. Makanya kami kirim tim."
Seperti diberitakan, bentrokan berawal dari ditolaknya berkas pendaftaran Simon Alom sebagai calon bupati Puncak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Penolakan lantaran Thomas Tabuni, pendukung Simon, mencabut dukungannya.
Thomas adalah Ketua DPRD dan Ketua Partai Gerindra. Selanjutnya, massa pendukung Simon marah dan menyerang massa Thomas sehingga terjadi bentrok. Bentrokan berlanjut keesokan paginya.
Bentrokan itu mengakibatkan 17 orang tewas. 13 di antaranya berasal dari kelompok Thomas dan sisanya dari kelompok Simon. Anton belum tahu apakah Simon maupun Thomas sudah diperiksa atau belum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.